SUKABUMIUPDATE.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyebutkan peran mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dalam proses penganggaran proyek e-KTP. Dalam kasus e-KTP ini, Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong sudah ditetapkan menjadi tersangka.
"Andi Agustinus mengatakan kepada terdakwa I Irman dan terdakwa II Sugiharto bahwa kunci anggaran ini bukan di Ketua Komisi II, tapi pada Setya Novanto," kata anggota majelis hakim Frangki Tambuwun dalam sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Lebih lanjut Hakim Frangki mengatakan, "Andi Agustinus membicarakan peran yang bisa dimainkannya dan terdakwa 1 menyarankan agar Andi bergabung dengan pemenang uji petik KTP-E yaitu Winata Tjahyadi. Namun tidak ada kesepaktan antara keduanya".
"Beberapa hari kemudian, kira-kira pukul 06.00 WIB di Hotel Gran Melia Jakarta, para terdakwa bersama-sama dengan Andi Agustinus dan Diah Anggraini melakukan pertemuan dengan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan e-KTP," tambah hakim Frangki.
Setelah itu, kata hakim Frangki, Irman dan Andi Agustinus menemui Setya Novanto di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR RI. "Dalam pertemuan tersebut, terdakwa I dan Andi Agustinus meminta kepastian kesiapan anggaran untuk proyek penerapan e-KTP. Atas permintaan itu Setya Novanto mengatakan akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya," jelas hakim Frangki.
Andi Agustinus lalu menyampaikan rencana yang isinya antara lain penyaluran uang dari Andi Agustinus kepada Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Chaeruman Harahap, Komisi II DPR. "Rencananya, Andi Agustinus yang akan membagi-bagi uang menurut terdakwa I. Silakan saja Pak Giarto, asal tidak mengganggu pelaksanaan, maksudnya, asal itu bagian keuntungan dan tidak mengganggu pekerjaan karena terdakwa I Irman mengatakan sudah ada orang yang akan membiayai pembagian uang tersebut," tambah Frangki.
Majelis hakim yang terdiri dari Jhon Halasan Butarbutar, Frangki Tumbuwun, Emilia, Anwar, dan Ansyori Saifudin dalam perkara ini memvonis Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri 7 tahun penjara. Sedangkan terhadap Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri divonis 5 tahun penjara.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Irene Putri, mengatakan hakim telah meyakini adanya proses korupsi sejak dalam proses penganggaran. Hal ini ditunjukkan oleh pertimbangan hakim pada pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Setya Novanto.
"Hakim yakin ada pihak-pihak lain yang mewujudkan tindak pidana sejak penganggaran. Jadi fakta ada pertemuan dengan Setya Novanto kemudian tanggapan Setya itu dijelaskan," ujar Irene. Namun, menurut Jaksa Irene, ada fakta-fakta saat proses penganggaran proyek e-KTP di DPR yang tidak diuraikan oleh hakim. Itulah sebabnya, kata Irene, ada perbedaan antara vonis dengan tuntutan jaksa.
Sumber: Tempo