SUKABUMIUPDATE.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah mengantongi bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus megakorupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Setya, melalui Andi Agustinus alias Andi Narogong, diduga berperan dalam proses perencanaan, penganggaran, hingga pengadaan dengan mengkondisikan peserta dan pemenang tender proyek senilai Rp 5,84 triliun tersebut. “Kami telah memiliki dua alat bukti,†kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat mengumumkan penetapan tersangka Setya, Senin, (17/7/2017).
Agus enggan membeberkan secara detail bukti yang dimaksudkan. “Nanti kami adu bukti di pengadilan,†kata Agus sembari menambahkan penetapan tersangka Setya tak berkaitan dengan Panitia Angket KPK yang sedang bergulir di DPR.
KPK menjerat Setya dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua pasal tersebut berisi tindak pidana seseorang yang secara melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan telah memperkaya diri, orang lain, atau korporasi, sehingga menyebabkan kerugian negara. Setya juga dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Tindak Pidana Secara Bersama-sama.
Pasal-pasal tersebut sebelumnya juga dikenakan kepada dua terdakwa kasus ini, Irman dan Sugiharto—keduanya mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri. Jaksa KPK menuntut Irman dihukum 7 tahun penjara dan Sugiharto 5 tahun kurungan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan memutus perkara tersebut pada Kamis mendatang.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan alat bukti yang telah dibeberkan dalam persidangan Irman dan Sugiharto juga digunakan untuk menjerat Setya. Dalam perkara tersebut, KPK menyodorkan 1.186 dokumen, surat dan korespondensi yang berhubungan dengan proyek e-KTP, keterangan saksi, serta petunjuk. KPK pun mencatat keterangan terdakwa selama persidangan yang dimulai pada 9 Maret lalu. “Dari sana dianalisis. Ada bukti signifikan, sehingga Setya ditingkatkan statusnya menjadi tersangka,†kata Febri.
Berkas dakwaan dan tuntutan Irman dan Sugiharto memang menyebut Setya sebagai satu di antara lima pihak lain yang diduga bersama para terdakwa dalam korupsi proyek e-KTP. Empat lainnya yang disebut turut serta adalah pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, dan bekas Ketua Panitia Pengadaan Drajat Wisnu Setyawan.
Andi Agustinus lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Maret lalu. Sedangkan Isnu Edhi, Diah Anggraini, dan Drajat Wisnu masih berstatus sebagai saksi. Selain mereka, dakwaan menyebut 103 pihak, yang sebagian besar anggota DPR periode 2009-2014, diduga diperkaya dalam proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini.
Setya tak dapat dimintai komentar tentang penetapan dirinya sebagai tersangka. Sempat tak memenuhi panggilan penyidik KPK pada Jumat dua pekan lalu karena menderita vertigo, Setya akhirnya datang untuk diperiksa selama hampir 6 jam, Jumat lalu. Saat itu dia kembali membantah terlibat dalam korupsi e-KTP.
Bersamaan dengan pengumuman tersangka oleh KPK, kemarin petang, rumah Setya di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, langsung dipenuhi sejumlah politikus Golkar. Tampak di antara mereka Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Idrus Marham, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Nurul Arifin, Ketua Harian Nurdin Halid, anggota Panitia Angket KPK Muhammad Misbakhun, dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Mahyudin.
Seusai pertemuan tertutup, Idrus mengatakan pihaknya akan menunggu surat resmi dari KPK sebelum mengambil sikap atas penetapan  Setya Novanto  sebagai tersangka. “Dari situ akan kami lakukan langkah-langkah hukum dan bisa jadi ada langkah lain. Nanti kami lihat dan mempelajari itu dulu,†kata Idrus.
Sumber: Tempo