SUKABUMIUPDATE.com - Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, memastikan Setya Novanto akan memenuhi panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. KPK berencana akan memeriksa semua anggota dan bekas anggota DPR yang diduga terkait kasus tersebut pada pekan ini.
Idrus mengatakan Ketua Umum Partai Golkar itu tak bisa hadir memenuhi panggilan KPK pada pekan lalu karena mengalami vertigo selama beberapa hari. Menurut Idrus, alasan ketidakhadiran Setya itu sudah disampaikan ke KPK disertai surat dokter. "Dan tentu kita tahu kalau orang tidak sehat lalu diperiksa maka itu pasti akan gangguan," ujarnya saat menjawab pertanyaan di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta, (9/7).
Ia memastikan Setya Novanto bukan mangkir dari panggilan karena sebelumnya Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bakal ada tersangka baru dalam kasus e-KTP. "Oh tidak ada. Itu kan Pak Novanto sudah mengirim surat sebelum pernyataan itu. Tidak ada kaitan itu," kata Idrus.
Ia pun memastikan Setya Novanto bakal memenuhi panggilan ulang KPK saat kondisinya pulih. "Karena itu kita tunggu dan kita doakan agar kesehatan Setya Novanto pulih kembali dan tentu panggilan KPK akan dipenuhi," tuturnya.
KPK menargetkan pemeriksaan terhadap para politikus yang diduga terkait dengan megakorupsi proyek e-KTP tuntas pada pekan ini. Mulai hari ini, Senin, 10 Juli 2017, secara maraton maraton penyidik kembali memanggil sejumlah anggota dan mantan anggota DPR yang mangkir dari panggilan pemeriksaan sebelumnya.Â
“Kami berharap mereka yang dipanggil memahami kewajiban hukum untuk hadir sebagai saksi,†kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, melalui pesan pendek, Ahad, (9/7).
Sebelumnya, anggota dan bekas anggota DPR yang telah menjalani pemeriksaan mendapat pertanyaan tentang aliran dana kepada Parlemen Senayan selama proses pembahasan anggaran proyek tersebut. Mereka satu suara membantah terlibat dan menerima duit dari korupsi proyek e-KTP.Â
“Ini program pemerintah, pembahasannya semua biasa saja. Tak ada itu (aliran dana),†kata Olly Dondokambey, yang diduga menerima US$ 1,4 juta. Saat proyek ini mulai dibahas di DPR pada 2010-2011, Olly, yang kini merupakan Gubernur Sulawesi Utara, masih menjabat Wakil Ketua Badan Anggaran DPR.Â
Sumber: Tempo