SUKABUMIUPDATE.com - Komite Kepolisian Nasional (Kompolnas) melihat adanya pro dan kontra pelibatan TNI dalam menanggulangi aksi terorisme. Terkait dengan hal tersebut, Kompolnas berpendapat, bahwa mengacu pada Tap MPR RI Nomor VII tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri yang menandai Reformasi TNI dan Reformasi Polri, khususnya pasal 4 tentang Tugas Bantuan Tentara Nasional Indonesia.Â
Anggota Komisioner Kompolnas Andrea H Poeloengan menuturkan, dalam ayat (2) UU tersebut dinyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan atas permintaan yang diatur dalam Undang-Undang.Â
“Oleh karena itu Kompolnas memandang perlunya dibuat UU Tugas Perbantuan TNI kepada Polri sebagai pelaksanaan mandat reformasi TNI dan Polri, dalam rangka menyempurnakan dan mengembalikan kepada hakikatnya Pasal 7 ayat (2) dan (3) UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,†kata Andrea dalam pesan tertulisnya, Rabu (31/5).Â
Lebih lanjut Kompolnas melihat bahwa dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) menyatakan bahwa TNI memiliki tugas pokok operasi militer selain perang mengatasi aksi terorisme, akan tetapi tugas tersebut harus dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, yang seharusnya berdasarkan Tap MPR Nomor VII tahun 2000 hal dimaksud diatur dalam Undang-undang tersendiri, bukan kebijakan dan keputusan politik semata.
Dalam perkembangan pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) Teroris ada wacana untuk mengubah pendekatan penegakan hukum menjadi perang melawan terorisme. Dalam hal ini, Kompolnas menegaskan bahwa pendekatan penegakan hukum adalah pendekatan yang sangat ideal. Terlebih penedekatan penegakan hukum yang moderen tidak semata-mata melakukan tindakan represif saja, akan tetapi juga hingga pendekatan keadilan yang memulihkan (Restorative Justice) yang Pancasilais. “Terbukti bahwa Polri mendapat pujian secara luas di tingkat internasional karena telah berhasil menanggulangi aksi-aksi jaringan-jaringan teroris di Indonesia,†kata Andrea.
Anggota Komisioner Kompolnas Benedictus Bambang Nurhadi menambahkan, perubahan pendekatan dari penegakan hukum menjadi perang melawan terorisme justru menunjukkan kemunduran dan akan merusak profesionalitas aparat penegak hukum serta aparat TNI. merusak Criminal Justice System, serta merusak reformasi Polri dan TNI. “Hal ini berpotensi memunculkan pelanggaran HAM yang serius, serta dipastikan akan merusak tatanan masyarakat Indonesia yang Pancasilais,†kata Bambang.
Ia menambahkan, sebagaimana amanah Reformasi sesuai dengan Tap MPR Nomor VII tahun 2000 yang masih belum seluruhnya terlaksana, maka guna menjamin kepastian penegakan dan kesamaan di bidang hukum serta dijunjungnya perlindungan Hak Asasi Manusia, maka perlu dipastikan kembali agar pemerintah dan DPR membentuk Undang-undang untuk TNI tunduk terhadap peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum (non militer), sebagaimana diatur dalam Tap MPR RI Nomor VII tahun 2000.
“Kompolnas kembali mengingatkan dan mengajak kepada segenap komponen bangsa, agar dalam bertindak, berperilaku dan berpikir, merujuk kepada Pancasila sebagai satu-satunya Ideologi Bangsa, Sumber Hukum, dan Dasar Negara, termasuk tunduk dan patuh terhadap ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Tap MPR RI Nomor VII tahun 2000,†kata Bambang.
Â
Sumber: Tempo