SUKABUMIUPDATE.com - Ada kisah yang tertinggal dari teror bom Kampung Melayu yang Rabu malam itu langsung menggemparkan Jakarta (24/5). Beberapa jam saja setelah bom bunuh diri itu meledak, secara viral melalui sosial media langsung tersebar foto-foto bagian-bagian tubuh yang malam itu diduga sebagai pelakunya, Ahmad Sukri dan Ichwan Nur Salam.
Seorang pedagang perempuan di Terminal Kampung Melayu mengenali foto wajah yang tersebar di media sosial itu. “Sudah dua hari saya melihat dia duduk-duduk di dalam halte,†kata ibu yang ingin namanya tidak ditulis itu. Dia tidak mau dijadikan saksi oleh polisi dalam kasus bom Kampung Melayu ini.
Menurut dia, lelaki asing itu duduk-duduk di tempat yang sama selama dua hari berturut-turut. Setiap kali ditawari agar membeli air minum dari luar halte, pria itu selalu membuang muka, yang ditengarai sebagai Ahmad Sukri.Â
Lalu, pada pagi di hari peledakan bom, ada lagi satu pria yang mondar-mandir di depan lapak dagangan ibu itu. "Saya sampai bilang, ‘Bapak jangan bolak-balik saja. Beli ini dagangan saya’," tuturnya. Namun pria asing yang diduga Ichwan Nur Salam itu pun hanya melengos. Menurut si pedagang, lelaki yang bolak-balik itu bukan orang yang duduk-duduk di dalam halte. Pria terakhir membawa ransel dan menggunakan topi berwarna gelap.
Para pedagang lain di sekitar halte bus Transjakarta Kampung Melayu mengaku melihat Sukri dan Ichwan sejak Rabu sore. Keduanya terlihat mondar-mandir di sekitar stasiun bus itu. Menurut Maruli Situmorang, seorang pedagang minuman di dekat halte, satu di antara mereka sempat akan masuk ke dalam halte sebelum bom meledak. “Tapi dia balik lagi,†katanya.
Rabu, pukul 21.00, bom Kampung Melayu meledak. Penjual kopi di terminal itu,  Erna melihat pengguna bus Transjakarta yang sebelumnya memadati halte berlompatan ke luar, ke sisi yang jauh dari sumber ledakan. Halte saat itu memang sedang penuh-penuhnya karena bus dari Kampung Rambutan terlambat datang. Menurut Maruli, suami Erna, yang ikut berjualan, orang-orang di sekitar halte dan terminal itu pun pontang-panting berlarian menyelamatkan diri.
Â
Sumber: Tempo