SUKABUMIUPDATE.com -Â Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Makruf Amin, mengatakan kelompok masyarakat tidak berhak melakukan persekusi. Penertiban ujaran kebencian di media sosial harus dilakukan petugas berwenang bukan oleh massa.
"Penertiban supaya tak dilakukan massa, tapi oleh pihak yang punya kompetensi, yang punya otoritas," kata Makruf Amin di Istana Bogor, Senin (29/5).
Maruf mengatakan pengguna media sosial sulit untuk membedakan mana berita yang benar dan salah. Semua bercampur baur di jagat maya. Karena itulah penertiban harus dilakukan pihak berwenang terhadap berita-berita yang tidak benar bukan oleh massa.
Makruf mengatakan MUI mengkhawatirkan jika penertiban dilakukan massa. "Kalau tidak ditertibkan, orang nanti saling mendatangani, kelompok ini datangi, nanti jadi gaduh," katanya.
Untuk menghindari kegaduhan itu, kata Maruf, pihak berwenang harus mengatasinya. "Cara itu (persekusi) membuat kegaduhan, cuma pihak otoritas harus atasi itu," kata Makruf.
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) sebelumnya meminta pemerintah waspada pada aksi persekusi yang disebut Ahok Effect. Damar Juniarto, Regional Coordinator SAFEnet, menilai tindakan persekusi ini sudah menyebar merata di seluruh Indonesia.
"Hal ini perlu menjadi perhatian serius karena tingkat ancamannya yang nyata," kata Damar melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (27/5).
Persekusi dilakukan dalam beberapa tahap, yakni dimulai dengan mencari orang-orang yang menghina agama atau ulama di media sosial Facebook.
Kemudian, ada upaya lewat sosial media untuk menggiring massa dan memburu target ke kantor atau ke rumahnya. Ada juga upaya untuk menjerat pengguna sosial media atau individu tertentu dengan pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau pasal 156a KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
"Kami khawatir bila aksi persekusi ini dibiarkan terus-menerus maka akan menjadi ancaman serius pada demokrasi," ujar Damar.
Â
Sumber: Tempo