SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi disela rangkaian KTT ASEAN ke-30 di Manila , Filipina, mengatakan, resolusi parlemen Eropa soal kelapa sawit sangat diskriminatif. Untuk itu pemerintah Indonesia mengajak Malaysia dan Thailand untuk bersama melawan kampanye hitam tersebut.
Retno mengatakan akhir-akhir ini hasil kelapa sawit dari Indonesia menerima banyak kampanye hitam. "Contoh terakhir adalah resolusi parlemen Eropa mengenai kelapa sawit yang sangat diskriminatif," kata Retno saat di Philippine International Convention Center Manila, Filipina, Sabtu (29/4). Retno mengatakan itu dalam KTT Indonesia Malaysia Thailand - Growth Triangle (IMT-GT), di sela pelaksanaan KTT ASEAN ke-30.Â
Retno mengatakan Indonesia dan Malaysia sudah membentuk Council of Palm Oil Producing Countries (CPOP). Oleh karenanya, dalam KTT tersebut, Indonesia mengajak Thailand juga bergabung dengan Indonesia dan Malaysia di dalam konteks CPOPC, dan bersama-sama untuk melawan kampanye hitam yang dilakukan oleh berbagai pihak terhadap kelapa sawit.Â
Kerjasama perdagangan di kawasan negara anggota IMT-GT memiliki potensi yang besar. Nilainya mencapai US$ 416 miliar atau 18,3 persen dari total perdagangan ASEAN. Potensi ini juga didukung oleh rata-rata pertumbuhan ekonomi dari 2010-2015 adalah 6,9 persen. "Ini juga merupakan angka yang cukup tinggi," kata Retno.
Di sisi lain, total populasi di kawasan ini sekitar 81 juta penduduk atau sekitar 13 persen dari total populasi ASEAN. Dari segi tenaga kerja, terdapat 38,3 juta yang berarti bahwa 12,2 persen dari total labour force ASEAN. Ini ditambah lagi dengan kondisi alam dari kawasan yang dianggap menguntungkan. Melihat hal tersebut, kerja sama yang dapat dikembangkan adalah di bidang perkebunan. "Ini juga merupakan basis dari perkebunan kelapa sawit," kata Retno.
Retno menyebut saat di KTT ASEAN, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak juga sudah sempat menyebut mengenai masalah perlunya melawan kampanye hitam terhadap kelapa sawit. KTT IMT GT dihadiri Presiden Jokowi, PM Malaysia Najib Razak, dan PM Thailand Prayuth Chan-o-cha.
Â
Sumber: Tempo