SUKABUMIUPDATE.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan sangkaan makar polisi pada Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath sebagai dagelan. Menurut dia, tidak layak orang yang rapat untuk berdemo dituding melakukan upaya makar.
"Tidak ada yang masuk akal dari keterangan polisi," kata Fahri, Rabu (5/4), saat ditemui di Universitas Negeri Jakarta. "Pertama, orang rapat, salahnya apa rapat. Rapat niatnya demo, salahnya apa rapat niatnya demo," kata Fahri.
Dia mengatakan jika tudingan polisi bahwa Al Khaththath mendorong dilakukannya Sidang Istimewa MPR maka hal itu juga sesuatu yang mustahil. Sebab, Sidang Istimewa hanya bisa dirancang elit politik.Â
"Tetapi demonstran merancang Sidang Istimewa, tidak masuk akal," kata dia. Seperti diketahui, Al Khaththath ditangkap polisi menjelang demo 313 pada Kamis (30/3). Demo itu menuntut agar Ahok dipenjara karena dianggap menista agama.
Fahri menduga tindakan polisi atas sangkaan makar datang dari pesanan. Dia juga meminta ahli tata negara untuk bersuara terkait tudingan tersebut.Â
"Ini ahli tata negara diam saja sih, yah. Harusnya ahli tata negara ngomong dong bahwa ini lelucon dan tidak ada yang salah," kata Fahri.
Dia membandingkan sikap pemerintah saat ini dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Fahri, SBY adalah orang dengan latar belakang militer dan jenderal bintang empat. Namun, saat pemerintahannya, ada demonstrasi menuntut penarikan mandat dengan membawa kerbau bertuliskan huruf SBY. Namun, pemerintah saat itu tidak menjebloskan demonstran ke penjara dengan tuduhan makar.
Karena itu Fahri menduga ada orang yang menghibur Presiden Joko Widodo dengan cara yang salah. Dan sayangnya, kata dia, Presiden terhibur dengan cara yang salah.Â
"Saya takut ini, kenapa Presiden terhibur dengan cara yang salah ini? Stoplah polisi ini, hentikan," kata Fahri.Â
Dia meminta polisi tidak bermain-main dan merusak lembaga kepolisian. "Perbedaan pendapat jangan dilarang, diskusi jangan dilarang, niat demo dan sebagainya jangan dilarang. Itu halal semuanya. Legal semuanya," kata dia.
Lelucon lain adalah soal uang Rp 3 miliar yang dituduhkan polisi untuk menjatuhkan Presiden. Menurut Fahri, jangankan Rp 3 miliar yang belum terbukti kebenarannya, anggaran APBN sekitar Rp 2 triliun pun tidak bisa menciptakan revolusi.Â
"Apalagi uang Rp 3 miliar. Uangnya belum ada lagi, yang saya dengar baru terkumpul Rp 18 juta. Pokoknya ini dagelan ini. Polisi bikin rusak nama polisi. Saya kesal nih sama Pak Tito nih. Jangan begini dong," kata Fahri merujuk pada Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Â
Sumber: Tempo