SUKABUMIUPDATE.com – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menemukan adanya indikasi praktek ijon dalam dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP atau kartu tanda penduduk elektronik. Artinya, ada indikasi suap yang lebih dulu dibagi-bagi sebelum anggaran proyek disetujui anggota DPR.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan praktik ijon ini tercium dari adanya rapat-rapat yang dilakukan sejumlah anggota DPR bersama dengan pemerintah saat membahas anggaran e-KTP.
"Sebelum pembahasan formal, itu ada pembahasan nonformal yang kami temukan, ada indikasi-indikasi pertemuan sejumlah pihak di sana untuk membicarakan proyek e-KTP ini," kata Febri di kantor KPK, Selasa (7/3).
Febri mengatakan pada saat membahas anggaran, anggota Dewan menggelar berbagai rapat yang melibatkan tiga unsur pemerintah. Pada tahap inilah indikasi ijon itu ditemukan. "Pada 2 tahap awal ini kami menemukan indikasi yang disebut praktek ijon," ujar dia.
Selain ijon, Febri mengatakan aliran dana suap juga mengalir ke banyak pihak. "Ada cukup banyak pihak yang diduga menikmati aliran dana e-KTP ini," katanya.
Praktek ijon ini diduga sebagai awal dari sengkarut proyek e-KTP. Pada tahap pengadaan, KPK menemukan sejumlah penyimpangan mulai dari tahap penentuan harga. Penyelewengan ini menyebabkan negara rugi sebesar Rp 2,3 triliun. "Kami akan uraikan nanti pada dakwaan dan pada proses penyidangan, apa yang menjadi penyebab negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun tersebut," kata dia.
Sidang perdana korupsi e-KTP bakal digelar pada Kamis, 9 Maret 2017. Febri mengatakan sejumlah nama dan peran anggota DPR, eksekutif, hingga pihak swasta yang terlibat akan diuraikan dalam dakwaan dua tersangka e-KTP, yakni mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Â
Sumber: Tempo