SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Freeport-McMoran Inc. belum menyepakati perjanjian investasi setelah terbitnya aturan baru. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan mengatakan pemerintah sudah menawarkan 3 pilihan kepada Freeport. Sebelumnya, Chief Executive Officer Freeport-McMoran, Richard Adkerson, menyatakan perusahannya memberikan waktu 120 hari kepada pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan keputusannya.
"Opsi pertama adalah mengikuti ketentuan yang ada sambil berunding tentang stabilisasi investasi," kata Jonan di DPR, Jakarta, Senin, 20 Februari 2017. Jonan mengatakan pilihan lainnya adalah mengubah UU Minerba. Opsi kedua tersebut sulit diambil karena butuh waktu yang lama untuk merevisi sebuah undang-undang.Â
Jika kedua pilihan tidak kunjung disepakati, Jonan mempersilakan Freeport menyelesaikan perselisihan di arbitrase internasional. Jalur hukum tersebut merupakan pilihan ketiga yang ditawarkan pemerintah. Ia menegaskan akan tetap mengacu pada undang-undang yang berlaku.
Freeport meminta perjanjian stabilisasi investasi untuk mendapat jaminan hukum dan fiskal. Salah satu poin dalam perjanjian tersebut berkaitan dengan divestasi saham sebesar 51 persen jika pemegang IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) beralih ke KK (Kontrak Karya). Freeport keberatan dengan aturan tersebut karena KK hanya mewajibkan divestasi saham sebesar 30 persen.
Perselisihan pemerintah dan Freeport berawal setelah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba) diterbitkan. Semua KK diwajibkan beralih ke IUPK sebagai syarat untuk mengekspor konsentrat.Â
Syarat lainnya adalah membagi saham sebesar 51 persen. Perusahaan tambah harus berkomitmen membangun smelter selama 5 tahun. Progres pembangunan dievaluasi selama 6 bulan sekali. Namun, Freeport enggan beralih menjadi IUPK. Alasannya, IUPK tidak menjamin kepastian fiskal dan hukum bagi perusahaan.
Menurut Jonan, pemerintah berusaha memberikan keringanan kepada KK yang belum membangun smelter hingga 2009 dengan menerbitkan PP Nomor 1 tahun 2017. Sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, batas waktu pembangunan smelter berakhir pada 2014 atau 5 tahun setelah beleid diterbitkan.
Freeport merupakan salah satu KK yang belum memenuhi kewajiban tersebut. Menurut Jonan, Freeport bahkan diberikan izin ekspor konsentrat selagi menunggu peralihan ke IUPK rampung. Namun rekomendasi izin ekspor itu ditolak Freeport.
Sumber: TEMPO