SUKABUMIUPDATE.COM - KH. Zainal Musthafa diabadikan menjadi nama jalan di pusat Kota Tasikmalaya, ia adalah pemimpin pondok pesantren (Ponpes) di Kabupaten Tasikmalaya, dan pejuang Islam pertama di Jawa Barat yang memberontak terhadap penjajahan Jepang.
Nama kecilnya Hudaeni. Lahir dari keluarga petani kaya, putra pasangan Nawapi dan Ratmah, di Kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna. Sejak 1940, ia terang-terangan menyatakan sikap melawan terhadap penjajah.
Zainal Musthafa selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda dalam ceramah dan khutbah Jumatnya. Karenanya, ia kerap mendapat peringatan, hingga diturunkan paksa dari mimbar oleh kyai pro Belanda.
Pada 17 November 1941, Zaenal Mustofa, KH. Ruhiat dari Pesantren Cipasung, Haji Syirod, dan Hambali Syafei ditangkap Pemerintah Hindia Belanda dengan tuduhan menghasut rakyat untuk memberontak. Keempatnya dipenjara di Tasikmalaya, kemudian dipindah ke Sukamiskin, Bandung, dan bebas pada 10 Januari 1942.
Sepak terjang Zainal Musthafa itu, kini dituangkan dalam film berjudul Asy Syahid KH. Zainal Musthafa, Sang Singa Pesantren Sukamanah, Tasikmalaya. “Saya berperan sebagai Danu Wiharja, guru dari Kyai Zaenal Musthafa,†terang Uu Ruzhanul Ulum, Bupati Tasikmalaya kepada sukabumiupdate.com, Senin (26/12).
Di sela kesibukan pengambilan beberapa scene film di Pesantren Parumi, Kecamatan Sukaratu, Uu mengaku banyak mendapat dialog di film ini, awalnya ia kesulitan menghafal naskah. "Saya berusaha menjiwai peran, di tempat shooting, saya dipanggil Danu, bukan Uu, biar menjiwai,†imbuh Uu yang akan maju dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat pada 2018 mendatang.
Film kolosal ini diproduksi Shultan 21 Pictures dan disutradarai Bara Bantaleseta, beberapa aktris yang berperan antara lain, Ali Zaenal, Krisni Dieta, Cheppy Chandra dan Toro Margens. “Toro Margens biasa berperan antagonis, kali ini sebagai penjajah,†ungkap Uu.
Uu berharap, dengan diproduksinya film sejarah perlawanan kyai di Priangan Timur terhadap kolonialisme, menjadi pelajaran bagi masyarakat, bahwa penindasan harus dilawan. Selain itu, agar masyarakat mencontoh bela negara dari para pendiri bangsa, dan menjadi spirit untuk melawan penjajahan bentuk lain di era modern.
“Para kyai sangat takzim, tegas, berprinsip. Contohlah mereka, berikan porsi yang pas kepada kyai. Terbukti, mereka yang berandil besar pada masa pembebasan dari kolonialisme. Jangan lupakan sejarah!†Imbuhnya.
Film yang baru jalan produksi ini, akan tayang secara nasional di jaringan 21. Mengambil lokasi shooting di Kabupaten Tasikmalaya, di antarannya Pesantren Parumi yang memiliki kemiripan suasana Tasikmalaya tahun 1940-an. Selain itu, Kampung Parumi berada di kaki Gunung Galunggung, suasananya dirasa cukup merepresentasikan Sukamanah kala itu.
“Saya senang film ini mengambil lokasi syuting di kampung saya, jadi kampung kita tereksplorasi, daerah kita bisa diekspos secara nasional lewat film,†aku Miftah (31), warga Parumi kepada sukabumiupdate.com.
“Jadikan suri tauladan, dari dulu kyai dan santri bersinergi dan berjuang. Jangan lupa tonton filmnya jika sudah tayang, agar lebih mengenali pahlawan dari Jawa Barat,†pungkas Uu.