Jurnalis Tersangka, Dewan Pers dan Kejagung dalam Polemik Berita Korupsi Timah-Impor Gula

Sukabumiupdate.com
Rabu 23 Apr 2025, 11:06 WIB
(Ilustrasi) Dewan Pers akan mendalami berita-berita Jak TV soal kasus korupsi timah dan impor gula. | Foto: Pixabay/Geralt

(Ilustrasi) Dewan Pers akan mendalami berita-berita Jak TV soal kasus korupsi timah dan impor gula. | Foto: Pixabay/Geralt

SUKABUMIUPDATE.com - Penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus korupsi timah dan impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapat sorotan. Dalam perkara ini, Tian dituding melakukan tindak pidana secara pribadi dengan menyalahgunakan jabatannya.

Tian diduga bekerja sama dengan pengacara Marcella Santoso dan Junaeidi Saebih. Ketiganya disebut-sebut mengorkestrasi pemberitaan negatif tentang perkara yang sedang ditangani Kejagung. Marcella sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan ada pemufakatan antara ketiga tersangka untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung, penanganan korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah serta korupsi importasi gula dengan tersangka Tom Lembong.

Dalam pemeriksaan, penyidik menemukan bukti Marcella meminta Junaeidi membuat narasi negatif tentang Kejagung. Keduanya lalu meminta Tian untuk menyebarkan narasi tersebut.

Baca Juga: Szetu Mei Sen: Jurnalis Sukabumi dan Tangan Diplomasi Asia-Afrika untuk Kemerdekaan Palestina

Dewan Pers kemudian turun tangan dan menemui Jaksa Agung di gedung Kejaksaan Agung pada 22 April 2025. Dewan Pers akan mengumpulkan berita-berita yang diduga pesanan yang dibuat dan disebarkan oleh Tian Bahtiar. Hal ini untuk memastikan apakah produk jurnalistik tersebut memenuhi unsur jurnalistik atau tidak.

“Kami akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini menurut Kejaksaan digunakan untuk melakukan rekayasa permufakatan jahat,” kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu yang menyebut, dalam konteks memverifikasi produk jurnalistik yang dibuat Tian, mereka tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak JAK TV.

Adapun soal dugaan tindak pidana yang dilakukan Tian, Ninik mempersilakan Kejagung untuk mengusutnya. Ia mengaku tidak akan cawe-cawe soal proses hukum ini.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan Tian melakukan tindak pidana secara pribadi dengan menyalahgunakan jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan Jak TV. “Dia mendapat uang atas nama pribadi, bukan sebagai Direktur Jak TV karena tidak ada kontrak tertulis dengan perusahaan,” kata Harli pada 22 April 2025.

Sikap IJTI

Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan menanggapi penetapan Tian sebagai tersangka. Herik mengatakan IJTI mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di segala sektor, termasuk di lingkungan penegakan hukum. Setiap warga negara termasuk insan pers yang diduga terlibat tindak pidana, wajib diproses sesuai ketentuan hukum.

"Namun demikian, IJTI menyoroti penetapan tersangka yang didasarkan pada aktivitas pemberitaan, yang merupakan bagian dari kerja jurnalistik," kata Herik, Selasa.

Dia menuturkan, produk jurnalistik, termasuk yang bersifat kritis terhadap institusi negara, adalah bagian dari fungsi kontrol pers. Ini dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Bila tuduhan terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV berkaitan dengan isi siaran atau konten jurnalistik, semestinya Kejaksaan Agung berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dewan Pers," ujar Herik.

Hal itu sesuai dengan mandat undang-undang, hanya Dewan Pers yang berwenang menyatakan apakah suatu produk merupakan karya jurnalistik atau bukan.

Dia melanjutkan, proses hukum yang dilakukan tanpa melibatkan Dewan Pers berpotensi mencederai kebebasan pers. Hal ini juga berpotensi menciptakan preseden buruk yang dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk menekan media yang menjalankan fungsi kritik secara profesional dan sah. Sesuai dengan UU Pers, lanjut Herik, setiap sengketa yang berkaitan dengan pemberitaan wajib diselesaikan melalui Dewan Pers. "Bukan jalur pidana," ucapnya.

Dia menilai, langkah pemidanaan terhadap jurnalis atau media tanpa dasar yang jelas dan prosedur adalah ancaman terhadap demokrasi. Ini juga mengancam kebebasan berekspresi.

Oleh sebab itu, IJTI menyerukan seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik dan menjaga independensi dalam bertugas. IJTI pun meminta aparat penegak hukum untuk menghormati prinsip kemerdekaan pers serta tak menggunakan pendekatan represif terhadap aktivitas jurnalistik.

"IJTI akan segera melakukan koordinasi dengan Dewan Pers untuk memastikan perlindungan terhadap kerja jurnalistik tetap terjaga dalam koridor hukum yang benar," kata Herik.

Sumber: Tempo.co

Berita Terkait
Berita Terkini