LBH Pers dan ICJR Desak Ajudan Kapolri yang Pukul Kepala Jurnalis Diadili Hukum Pidana

Sukabumiupdate.com
Rabu 09 Apr 2025, 11:15 WIB
Ilustrasi jurnalis. | Foto: Pixabay

Ilustrasi jurnalis. | Foto: Pixabay

SUKABUMIUPDATE.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak penerapan proses hukum pidana dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis oleh ajudan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) di Semarang pada 5 April 2025. Menurut mereka, pemukulan kepala yang dilakukan Ipda Endry kepada jurnalis foto Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Makna Zaezar, termasuk pelanggaran serius yang wajib ditindaklanjuti tidak hanya dengan sanksi etik yang tegas.

“Permintaan maaf tidak menghapus tanggung jawab etik dan potensi tindak pidana,” kata mereka dalam keterangan tertulis pada 8 April 2025.

Sebelumnya, mengutip tempo.co, difasilitasi oleh Polda Jawa Tengah, Ipda Endry telah meminta maaf kepada jurnalis yang bersangkutan pada 6 April 2025.

Meski polisi itu sudah minta maaf, LBH Pers dan ICJR menilai proses etik dan disiplin memang sudah sepatutnya dijalankan sesuai dengan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang mengatur kewajiban anggota Polri untuk bersikap humanis, profesional, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Meski begitu, mereka menyatakan tindakan ajudan Kapolri itu juga harus tetap diproses secara hukum pidana.

Baca Juga: Pengawal Kapolri yang Lakukan Kekerasan Terhadap Jurnalis di Semarang Minta Maaf

LBH Pers dan ICJR mengutip Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai penganiayaan, tindakan pemukulan terhadap jurnalis yang dapat dianggap sebagai penganiayaan karena menyebabkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. Selain itu, Pasal 335 KUHP tentang ancaman kekerasan juga dapat digunakan, ancaman verbal yang dilontarkan kepada para jurnalis bisa dikategorikan sebagai upaya memaksa orang lain melalui ancaman kekerasan.

“Penting untuk dicatat bahwa berdasarkan Pasal 52 KUHP, jika kejahatan dilakukan oleh seorang pegawai negeri dalam menjalankan tugasnya (dalam hal ini seorang anggota polisi) hukuman dapat diperberat,” tutur mereka.

LBH Pers dan ICJR memandang tindakan pelaku bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap pelaksanaan hak pers untuk mencari, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Aturan mengenai hak pers ini sebagaimana dijamin Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Pers. “Polri harus melakukan menjalankan penegakan hukum secara profesional dan transparan.”

Peristiwa kekerasan verbal dan fisik yang dilakukan Ipda Endry terjadi ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau arus balik di Stasiun Tawang Semarang pada Sabtu, 5 April 2025. Kala itu ajudan Listyo itu memukul bagian belakang kepala Makna dan mengumbar ancaman kepada jurnalis yang sedang meliput.

"Waktu posisi mau balik itu dia mengeplak kepala saya. Jadi dia mengeplak ya, kalau bahasanya sini itu ngeplak bagian kepala belakang," ujar Makna saat dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu, 6 April 2025.

Sementara itu, menurut penuturan Makna, ancaman yang keluar dari mulut Ipda Endry terjadi tak lama sebelum kepalanya kemudian dipukul. "Waktu sebelum saya pindah ke seberang, si ajudannya ini ngomel-ngomel, kalian kalau dari pers tak tempeleng satu-satu, gitu," kata Makna.

Setelah peristiwa itu, Ipda Endry akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada Makna pada 6 April 2025. Permintaan maaf itu disampaikan setelah pertemuan yang digelar di kantor Perum LKBN ANTARA Biro Jawa Tengah di Semarang.

Sumber: Tempo.co

Berita Terkait
Berita Terkini