SUKABUMIUPDATE.com - Revisi Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Kamis, 20 Maret 2025. Sejumlah perubahan dalam UU ini mencakup kedudukan koordinasi TNI, penambahan bidang operasi militer selain perang (OMSP), penambahan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit aktif TNI, serta perpanjangan masa dinas keprajuritan. Namun, pengesahan revisi UU TNI ini mendapat reaksi beragam dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat sipil, yang menilai proses pembentukannya minim partisipasi publik.
Baca Juga: Sah! DPR RI Ketuk Palu RUU TNI Jadi Undang-Undang
Mahasiswa Universitas Indonesia Menggugat ke Mahkamah Konstitusi
Tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) resmi mengajukan gugatan uji formil terhadap revisi UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini telah teregistrasi dengan Nomor Perkara 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
Kuasa hukum pemohon, Abu Rizal Biladina, menyatakan bahwa proses pembentukan revisi UU TNI dinilai inkonstitusional karena dilakukan dengan tergesa-gesa dan tanpa keterbukaan. Menurutnya, DPR mengabaikan asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3). Salah satu kejanggalan yang disoroti adalah tidak dipublikasikannya naskah akademik sebelum pengesahan RUU ini. “DPR tidak memberikan atau mempublikasikan naskah akademis sebelum RUU ini disahkan, sehingga jelas ini adalah bentuk pelanggaran,” ujar Abu Rizal di Gedung MK, Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.
Baca Juga: Fedi Nuril Hingga Hindia, Berikut Daftar Artis yang Buka Suara Soal Pengesahan RUU TNI
Legislator PDIP: Tarik Prajurit TNI dari Jabatan Sipil yang Tidak Diatur UU
Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, meminta agar prajurit aktif TNI yang menjabat di luar 14 kementerian dan lembaga yang diperbolehkan oleh UU segera mengundurkan diri atau pensiun. Menurut politikus PDIP tersebut, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto harus segera mengeluarkan surat perintah untuk menarik bawahannya yang menjabat di jabatan sipil di luar ketentuan UU.
Hasanuddin mengungkapkan bahwa perubahan ini akan berdampak pada ribuan prajurit yang saat ini bertugas di berbagai instansi seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Penyelenggara Haji. Ia menekankan bahwa aturan baru ini bertujuan memperkuat reformasi TNI agar tetap profesional dan fokus pada tugas pertahanan negara.
Adapun ke-14 jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI sesuai dengan Pasal 47 UU TNI adalah:
-
Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
-
Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional
-
Kesekretariatan Negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
-
Badan Intelijen Negara
-
Badan Siber dan/atau Sandi Negara
-
Lembaga Ketahanan Nasional
-
Badan Search and Rescue (SAR) Nasional
-
Badan Narkotika Nasional
-
Mahkamah Agung
-
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
-
Badan Penanggulangan Bencana
-
Badan Penanggulangan Terorisme
-
Badan Keamanan Laut
-
Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)
Baca Juga: Jurnalis Sukabumi Dipiting Mahasiswa saat Demo RUU TNI, Pihak Kampus Sebut di Luar Kendali
Pengamat: Revisi UU TNI Melegitimasi Perluasan Peran Militer
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Nasional, Mego Widi Hakoso, menilai bahwa revisi UU TNI merupakan bentuk legitimasi terhadap perluasan peran militer di sektor sipil yang selama ini sudah terjadi. Ia menyebut revisi ini sebagai gerakan politik oleh pemerintah dan DPR untuk memperkuat keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil.
Mego juga menyoroti bahwa politisi sipil sering kali membutuhkan militer untuk menunjang operasional mereka, baik dalam konteks positif seperti penanganan bencana maupun negatif seperti kepentingan politik dan bisnis. Menurutnya, literasi politik militer di universitas harus diperkuat agar generasi muda memahami perbedaan tipologi militer, seperti revolusioner, profesional, dan pretorian. Hal ini bertujuan untuk menjaga supremasi sipil dan menghindari dominasi militer dalam pemerintahan sipil.
DPR Ingatkan Perlunya Pengawasan Ketat terhadap Perluasan Wewenang TNI
Anggota Komisi I DPR, Amelia Anggraini, menegaskan bahwa perluasan kewenangan TNI dalam revisi UU ini harus diawasi dengan ketat agar tidak melanggar hak-hak masyarakat sipil. Ia menilai bahwa meskipun UU ini dapat memperkuat posisi militer dalam pertahanan negara, pengawasan tetap diperlukan untuk memastikan demokrasi tetap terjaga.
Amelia menyatakan bahwa prajurit TNI aktif yang ingin menduduki jabatan sipil di luar 14 kementerian atau lembaga yang telah diatur dalam undang-undang harus terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Langkah ini diperlukan agar tidak ada tumpang tindih peran antara militer dan sipil.
Baca Juga: YLBHI Kritik Usulan Tentara Ikut Urusi Narkotika dalam RUU TNI
Pengesahan revisi UU TNI telah memicu berbagai reaksi, mulai dari gugatan mahasiswa UI ke Mahkamah Konstitusi, kritik dari politisi, hingga analisis mendalam dari pengamat kebijakan publik. Salah satu isu utama yang menjadi sorotan adalah perluasan peran TNI dalam jabatan sipil dan kurangnya transparansi dalam proses pembentukannya. Dengan adanya berbagai pendapat ini, pengawasan ketat terhadap implementasi UU TNI menjadi sangat penting agar reformasi TNI tetap berjalan sesuai prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Sumber : Tempo.co