Buntut Teror Kepala Babi, Dukungan Masyarakat Sipil Mengalir untuk Tempo

Sukabumiupdate.com
Jumat 21 Mar 2025, 00:42 WIB
Gedung Kantor Tempo | Foto : Istimewa

Gedung Kantor Tempo | Foto : Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Sehari sebelum pengesahan Rancangan Undang-undang TNI satu paket diterima di kantor media Tempo, Jakarta.  Ditujukan kepada salah seorang jurnalis, Francisca Christy Rosana, yang baru membukanya sehari kemudian. Paket itu berisi intimidasi, teror. Bentuknya kepala babi, tapi pesannya jelas: menakut-nakuti.

Ini bukan kali pertama. Teror terhadap Tempo, utamanya kepada tim siniar “Bocor Alus,”  tercatat kedua kalinya. Pada 6 Agustus 2024, mobil  Hussein Abri Dongoran dirusak orang tak dikenal. Mengesankan aksi kriminal, tapi sesungguhnya teror dan intimidasi.

Kita tahu tujuan intimidasi dan teror adalah menebar rasa takut. Sasarannya diperingatkan agar tidak meneruskan apa yang sedang ia kerjakan. Sejak perusakan kendaraan pribadi hingga kepala babi, kita bisa melihat ada peningkatan bentuk intimidasi.

Kita pun tidak lupa, meski bertujuan menakut-nakuti, aksi begitu biasanya dilakukan oleh para penakut. Justru pelaku yang sesungguhnya mengidap rasa takut. Plus bukan orang yang kreatif dan tidak tahan adu argumentasi. Di negara yang penguasanya anti-demokrasi, atau setidaknya cenderung anti-demokrasi, orang sudah mafhum bahwa lembaga kekuasaan mengidap ketakutan kronis.

Kekuasaan otoriter atau cenderung otoriter tahu persis bahwa demokrasi itu hakikatnya membatasi kekuasaan. Mengapa? Sederhana, supaya tidak sewenang-wenang. Masyarakat demokratis perlu pers yang independen agar ada kontrol terhadap kekuasaan dari masyarakat. Setelah Reformasi 1998, Indonesia melembagakan pers bebas dan jaminan keselamatan kerja jurnalis melalui Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999.

Maka, kami menyatakan bahwa kami bersama-sama Tempo dan pekerja media. Kami bersama seluruh warga negara yang menginginkan agar pers yang bebas tetap dijaga dan jurnalis bekerja secara aman. Kami menyatakan: setop aksi pengecut untuk menakut-nakuti jurnalis.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Wartawan dan Keluarganya di Sumut, 3 Terdakwa Dituntut Hukuman Mati

Atas ancaman dan teror busuk ini kami tidak merasa perlu untuk menuntut pihak keamanan mencari tahu siapa pelakunya, apa motifnya. Kami sulit percaya bahwa aparat keamanan berkehendak untuk berpihak pada rakyat. Hari ini, saat Tempo dikirimi kepala babi, UU TNI disahkan; dan pengkhianatan polisi pada rakyat sudah berbabak-babak. Apa masih patut kami meminta mereka untuk menuntaskan teror busuk atas Tempo?

Jakarta, 20 Maret 2025

  1. Andreas Harsono, peneliti, Human Rights Watcs
  2. Arif Susanto, peneliti Exposit Strategic
  3. Avianti Armand, penulis
  4. Ayu Utami, penulis
  5. Bivitri Susanti, dosen STH Jentera
  6. Damaria Pakpahan, aktivis perempuan
  7. Danang Widoyoko, Transparansi Internasional Indonesia
  8. Donny Danardono, dosen Universitas Katolik Soegijapranata
  9. Erry Riyana Hardjapamekas, mantan wakil ketua KPK
  10. Feri Amsari, dosen hukum Universitas Andalas
  11. Goenawan Mohamad, seniman
  12. Henny Supoli Sitepu, pendiri Cahaya Guru
  13. Heru Hendratmoko, mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen
  14. I Dewa Gede Palguna, guru besar Universitas Udayana
  15. Jilal Mardhani, Neraca Ruang
  16. John Muhammad, pengamat perkotaan
  17. Julius Ibrani, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia
  18. Kuri Suditono, wartawan
  19. Mudji Sutrisno, dosen STF Driyarkara
  20. Mustakim, wartawan
  21. Natalia Soebagjo, pegiat antikorupsi
  22. Nong Darol Mahmada, pegiat keberagaman
  23. Nugroho Dewanto, wartawan
  24. Ray Rangkuti, Lingkar Madani
  25. Restu Pratiwi, aktivis perempuan
  26. Ririn Sefsani, aktivis perempuan
  27. Ruth Indiah Rahayu, Ketua Ikatan Keluarga Alumni Driyarkara
  28. Saidiman Ahmad, peneliti politik dan kebijakan publik
  29. Sandra Hamid, antropolog
  30. Sandrayati Moniaga, mantan komisioner Komnas HAM
  31. Sasmito Madrin, mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen
  32. Titi Anggraeni, dosen kepemiluan
  33. Todung Mulya Lubis, pengacara HAM
  34. Tosca Santoso, mantan Sekjen Aliansi Jurnalis Independen
  35. Tunggal Pawestri, aktivis perempuan
  36. Ubedilah Badrun, dosen Universitas Negeri Jakarta
  37. Ulin Ni’am Yusron, wartawan, pegiat media sosial
  38. Usman Hamid, Amnesty Internasional
  39. Wahyu Susilo, Migrant Care
  40. Winarko Nganthiwani, pengelola siniar politik
  41. Yanuar Nugroho, dosen STF Driyarkara
  42. Alif Iman Nurlambang, mahasiswa STF Driyarkara

Sumber : Siaran Pers

Berita Terkait
Berita Terkini