SUKABUMIUPDATE.com - Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengonfirmasi bahwa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kediamannya yang berlokasi di Jalan Gunung Kencana, Ciumbuleuit, Kota Bandung, pada Senin, 10 Maret 2025.
Penggeledahan tersebut dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan terkait dugaan korupsi dana iklan Bank Jawa Barat (BJB), menyusul diterbitkannya surat perintah penyidikan (sprindik).
Dalam pernyataan tertulisnya, Ridwan Kamil menjelaskan bahwa tim KPK datang dengan membawa dan menunjukkan surat resmi saat melakukan penggeledahan di rumahnya.
“Kami selaku warga negara yang baik sangat kooperatif dan sepenuhnya mendukung dan membantu tim KPK secara profesional,” ujar Ridwan Kamil melalui keterangan tertulis.
Pantauan Tempo, kediaman Ridwan Kamil tersebut sejak sore hari sudah didatangi para jurnalis. Di rumah dengan gaya minimalis modern ini terpantau terparkir lima mobil dan belasan sepeda motor.
Menurut ketua RT setempat, keluarga Ridwan Kamil sudah mendiami rumah tersebut sejak 2 tahun yang lalu. Ia mengatakan, Ridwan Kamil membangun rumah tersebut dari nol. “Rumah tersebut dibangun pak RK dari tanah kosong,” katanya.
Selain mendatangi rumah Ridwan Kamil, di hari yang sama Tim Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK menggeledah sejumlah tempat di Bandung terkait dengan kasus dugaan korupsi dana iklan di bank tersebut.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo edisi 22 September 2024 berjudul 'Siapa Terlibat Korupsi Anggaran Iklan Bank BJB’, kabar kasus dugaan korupsi dana iklan BJB memantik silang komentar para penyidik dan pimpinan KPK.
Pada Selasa, 27 Agustus 2024, Wakil Ketua KPK saat itu, Alexander Marwata sudah memberi kisi-kisi bahwa komisi antirasuah sedang menyelidiki kasus ini. Delapan belas hari kemudian, beredar kabar bahwa sudah ada tersangka dalam kasus korupsi Bank BJB.
Pada hari yang sama, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu membenarkan adanya penyidikan, tetapi belum mengeluarkan sprindik. Namun besoknya, tepatnya Ahad, 15 September 2024, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto meralat kabar soal penyidikan kasus BJB, termasuk penetapan tersangka. “Belum ada surat perintah penyidikan,” ujar Tessa kepada wartawan.
Sebelumnya, seorang penegak hukum di KPK memastikan komisi antirasuah sudah menggelar rapat ekspose perkara kasus BJB pada pekan pertama September 2024. Semua peserta rapat menyetujui penanganan kasus itu naik ke tingkat penyidikan.
Rapat itu juga memutuskan ada lima calon tersangka. Dua orang adalah petinggi Bank BJB, sementara tiga lainnya adalah pihak swasta. Mereka dituding berkomplot menggelembungkan anggaran dan belanja iklan yang merugikan keuangan bank yang saham mayoritasnya dikuasai Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Penetapan status tersangka kelima orang itu tinggal menunggu surat administrasi penyidikan. Namun, Tessa Mahardhika tak mau berkomentar tentang kenapa surat penyidikan tak kunjung dibuat. “Patokan saya register sprindik, dan saat ini belum ada,” kata dia.
Sementara itu, Alexander Marwata yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, membenarkan kabar bahwa sudah ada forum ekspose antara pimpinan, penyelidik, dan penyidik dalam kasus ini. Menurut dia, penerbitan surat perintah penyidikan cuma masalah waktu.
“Kadang bisa cepat, kadang bisa lama,” ucap dia pada Selasa, 17 September 2024.
Kerugian negara dalam kasus Bank BJB sebenarnya sudah termuat dalam laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu bernomor 20/LHP/XVII.BDG/03/2024 yang terbit pada 6 Maret 2024. Dokumen tersebut berisi hasil audit sejumlah kegiatan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten tahun buku 2021-2023. Satu di antaranya, realisasi pengelolaan anggaran promosi produk dan belanja iklan yang nilainya mencapai Rp 801 miliar.
Temuan yang menjadi sorotan adalah alokasi belanja iklan media massa sebesar Rp 341 miliar. Di dalam dokumen itu, disebutkan Bank BJB menggandeng enam perusahaan agensi sebagai perantara dengan perusahaan media.
Penelusuran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendeteksi ada kebocoran sebesar Rp 28 miliar. Angka ini muncul karena nilai riil yang diterima media jauh berbeda dengan pengeluaran Bank BJB.
Dari Rp 37,9 miliar nilai tagihan ke Bank BJB, biaya iklan televisi yang bisa terkonfirmasi hanya Rp 9,7 miliar. Selisih ini dianggap tak wajar, karena dokumen kontrak menyebutkan komisi untuk agensi hanya 1-2 persen dari nilai iklan yang sudah tayang.
Sumber: Tempo.co