SUKABUMIUPDATE.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menggelar rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 10 Februari 2025, untuk membahas Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax). Namun, rapat ini diputuskan untuk berlangsung secara tertutup, membuat publik tidak dapat mengakses informasi langsung mengenai perbincangan yang terjadi di dalamnya.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, awalnya menanyakan kepada Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, apakah rapat akan digelar secara terbuka atau tertutup. Menanggapi hal tersebut, Suryo mengusulkan agar rapat dilakukan secara tertutup. “Kalau diizinkan pimpinan, rapat dilakukan secara tertutup,” ujar Suryo di ruang rapat Komisi XI DPR. Permintaan tersebut akhirnya disetujui oleh para anggota dewan tanpa ada penjelasan lebih lanjut mengenai alasan di balik keputusan itu.
Baca Juga: Target PAD Sektor Pajak Naik di 2025, Ini Langkah Bapenda Kabupaten Sukabumi
Apa Itu Coretax?
Coretax merupakan sistem baru yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan untuk menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan. Kebijakan mengenai sistem ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 14 Oktober 2024.
Pemerintah resmi memberlakukan sistem Coretax mulai 1 Januari 2025. Namun, dalam implementasinya, sistem ini justru menimbulkan banyak keluhan dari berbagai pihak, terutama para pengusaha dan perusahaan yang beroperasi di sektor fast moving consumer goods (FMCG). Mereka mengalami kesulitan dalam mengakses sistem yang berdampak pada kelancaran operasional bisnis mereka.
Baca Juga: Cara Daftar NPWP Online Lewat Coretax: Mudah dan Praktis!
Keluhan dari Dunia Usaha
Salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah sulitnya menerbitkan faktur pajak akibat gangguan dalam sistem Coretax. Hal ini menyebabkan terhambatnya proses penjualan, terutama bagi perusahaan FMCG yang harus mengeluarkan banyak faktur setiap harinya.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai bahwa meskipun Coretax memiliki potensi besar dalam meningkatkan penerimaan negara dengan mempermudah pengawasan terhadap wajib pajak, implementasinya masih jauh dari sempurna. “Terutama perusahaan FMCG yang perlu banyak menerbitkan faktur. Dari informasi yang saya dapatkan, banyak proses penjualan menjadi terganggu karena tidak dapat menerbitkan faktur,” ungkapnya.
Baca Juga: Berlaku Sejak 5 Januari, Begini Cara Menghitung Opsen Pajak Kendaran Bermotor
Pemerintah Usulkan Sistem Khusus untuk FMCG
Menanggapi keluhan ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengusulkan adanya sistem khusus bagi perusahaan FMCG agar mereka tidak mengalami kendala dalam menerbitkan faktur pajak. “Makanya tadi saya minta supaya ada yang dibedakan antara fast moving consumer goods, perusahaan yang memproduksi faktur banyak, itu perlu ada sistem tersendiri,” ujarnya dalam sebuah pernyataan di kantornya pada Senin, 3 Februari 2025.
Sistem Coretax yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi perpajakan ternyata masih menyisakan berbagai permasalahan teknis yang berdampak pada dunia usaha. Rapat tertutup antara DJP dan DPR menjadi sorotan publik karena tidak memberikan transparansi mengenai langkah-langkah perbaikan yang akan diambil pemerintah. Sementara itu, berbagai pihak, termasuk Menteri Airlangga Hartarto, telah mengusulkan solusi untuk mengatasi kendala teknis yang dialami perusahaan FMCG. Dengan situasi ini, banyak pihak berharap pemerintah segera memberikan solusi konkret agar sistem perpajakan yang baru ini dapat berjalan lebih optimal tanpa merugikan pelaku usaha.
Sumber : Tempo.co