SUKABUMIUPDATE.com - Pengamat Ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengkritisi rencana pemerintah untuk menyalurkan 20 persen dari total anggaran desa sebesar 71 triliun rupiah ke dalam program makan bergizi gratis (MBG). Achmad menilai bahwa meskipun tujuan program ini mulia, namun kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian dan sosial di desa-desa.
"Meski terlihat mulia, dalam beberapa aspek, kebijakan ini justru dapat menimbulkan dampak negatif yang mengancam hilangnya ekonomi dan sosial desa," ujar Achmad dalam wawancara dengan Tempo pada Jumat, 10 Januari 2024.
Achmad menjelaskan beberapa potensi konsekuensi dari pengalihan anggaran tersebut. Salah satunya adalah gangguan pada program pembangunan infrastruktur desa. Dana desa yang sebelumnya dialokasikan untuk pembangunan fasilitas seperti jalan, irigasi, pasar, dan fasilitas lainnya, akan berkurang untuk mendanai program MBG. Padahal, pembangunan infrastruktur memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong produktivitas masyarakat desa serta meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Dampak berikutnya, kebijakan semacam itu akan mematikan kemandirian masyarakat karena membuat warga bergantung pada bantuan pemerintah. Buntutnya, mengurangi semangat dan inisiatifnya untuk bekerja.
“Sebagai contoh alih-alih mendorong petani lokal untuk meningkatkan produksi pangan mereka, program ini justru dapat menciptakan situasi di mana masyarakat lebih mengandalkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka,” ucap Achmad.
Baca Juga: Diganti Bihun, Menu Makan Bergizi Gratis Hari Ke-5 di SDN Cipaku Sukabumi Tanpa Nasi
Menurutnya, hal itu juga bertentangan dengan tujuan utama dana desa yang ingin memberdayakan masyarakat. Achmad mengumpamakan program tersebut seperti membiasakan diri menerima upah tanpa bekerja. “Dengan kata lain, program ini bisa dianggap memberikan 'ikan' alih-alih 'kail' kepada masyarakat desa,” tuturnya.
Konsekuensi lainnya, yaitu berkurangnya dukungan terhadap ekonomi lokal. Dana Desa yang selama ini digunakan untuk mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk pelaku usaha di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan jadi berkurang.
Padahal menurutnya, tanpa bantuan makan gratis, masyarakat bisa memenuhi gizinya sendiri jika mereka bisa meningkatkan produksi dan pendapatan. “Memberikan makanan bergizi gratis memang dapat memberikan manfaat secara langsung, namun tidak menjamin bahwa masyarakat desa akan memiliki akses berkelanjutan terhadap makanan bergizi setelah program ini selesai,” tuturnya.
Ekonom UPN Veteran itu menyarankan pemerintah menggunakan anggaran untuk bantuan modal kepada kelompok masyarakat atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Jika memang tujuan untuk ketahanan pangan. “Masyarakat bisa memproduksi makanan bergizi, seperti peternakan ayam, mengolah ikan, atau mengolah hasil pertanian,” ujar dia menjelaskan.
Sebelumnya, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengatakan bahwa paling tidak mencakup 20% dari dana desa akan dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (BMG) pada tahun 2025.
“Untuk ketahanan pangan makan siang bergizi itu dari dana desa. Tadi saya sampaikan 20% dari Rp 71 triliun dana desa tahun 2025 untuk ketahanan pangan,” ucap Yandri usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah menteri lainnya di Istana Kepresidenan Bogor, sebagaimana dikutip Antara, Sabtu, 4 Januari 2025.
Sumber : Tempo