SUKABUMIUPDATE.com - Wacana sekolah diliburkan selama bulan puasa pada Ramadan 2025 mengemuka kembali di tengah publik.
Wacana itu dilontarkan oleh Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar saat ditemui awak media di kawasan Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (30/12/2024) lalu.
Nasaruddin mengungkapkan sedang mendiskusikan wacana tersebut dan akan segera diumumkan jika memang jadi untuk diimplementasikan.
“Ya (betul) sebenarnya warga (siswa dan guru di bawah naungan) Kementerian Agama, khususnya di Pondok Pesantren itu memang libur. Tapi sekolah-sekolah yang lain juga masih kita wacanakan, tetapi ya nanti tunggulah adanya penyampaian informasi lebih lanjut,” kata Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut dikutip dari suara.com, Jumat (3/1/2025).
Tujuan untuk meliburkan sekolah ini menurut Nasaruddin untuk menciptakan lingkungan Ramadan yang berkualitas serta meningkatkan fokus para siswa dan tenaga pendidik dalam memaknai bulan puasa.
Baca Juga: Mulai 2025! Mendikdasmen Sebut Guru ASN Bisa Mengajar di Sekolah Swasta
Wacana ini kemudian mendapat tanggapan dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, yang menyebut bahwa kementeriannya belum melakukan pembahasan resmi mengenai libur Ramadan.
“Jika ada keputusan, harus melalui koordinasi lintas kementerian,” tegas Mu’ti kepada wartawan di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta Pusat, Selasa 31 Desember 2024.
Jika wacana ini diwujudkan, pemerintah perlu mempersiapkan serangkaian kebijakan pendukung. Salah satunya adalah mengatur bagaimana kegiatan pembelajaran tetap berjalan untuk siswa non-Muslim selama bulan puasa. Selain itu, durasi libur yang cukup panjang dapat memengaruhi kalender akademik, sehingga jadwal semester, ujian, dan libur lainnya perlu diatur ulang.
Terpisah, Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan, memberikan catatan penting terkait wacana ini. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan keragaman latar belakang siswa di Indonesia.
“Jika libur satu bulan penuh, agenda yang paling mungkin adalah pesantren kilat bagi siswa Muslim. Namun, bagaimana dengan siswa non-Muslim?” kata Edi dikutip dari tempo.co.
Edi juga menyoroti perlunya perencanaan kurikulum yang matang. Ia menyarankan agar fokus pembelajaran agama Islam dilakukan di bulan Ramadan, sementara materi lainnya dapat disebar di bulan-bulan lain. “Kebijakan seperti ini memerlukan payung hukum yang jelas,” tambahnya.
Beberapa pihak juga mengingatkan tentang risiko kesenjangan pendidikan. Jika siswa Muslim fokus pada pendidikan agama selama Ramadan, maka diperlukan upaya untuk memastikan pembelajaran mata pelajaran umum tetap berjalan dengan baik setelah Ramadan berakhir.
Kebijakan meliburkan sekolah selama bulan puasa pernah diberlakukan pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di tahun 1999. Selain meliburkan sekolah, Gus Dur juga mendorong pelaksanaan kegiatan pesantren kilat agar siswa lebih fokus mendalami agama Islam. Kegiatan tersebut melibatkan pelaporan aktivitas ibadah seperti tadarus dan salat tarawih.
Namun, kebijakan tersebut tidak bertahan lama dan hanya diterapkan pada masa itu. Sejak saat itu, libur sekolah saat Ramadan kembali pada format tiga hari awal puasa yang diatur berdasarkan kebijakan pemerintah daerah dan sekolah masing-masing.