SUKABUMIUPDATE.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan bahwa peserta pemilihan umum atau pemilu dilarang menggunakan foto atau gambar yang direkayasa atau dimanipulasi secara berlebihan oleh kecerdasan buatan (AI).
Mengutip tempo.co, amar putusan ini tercantum dalam perkara nomor 166/PUU-XXI/2023 yang diajukan Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP). “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan, Kamis, 2 Januari 2025.
Dalam permohonan ini, TAPP melakukan judicial review terhadap sejumlah pasal, salah satunya Pasal 1 angka 35 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun MK hanya mengabulkan sebagian permohonan yaitu pada Pasal 1 angka 35.
Dalam pasal itu tertulis: “Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.”
Baca Juga: 2029 Semua Partai Bisa Usung Capres Cawapres? MK Hapus Aturan Presidential Threshold
Awalnya TAPP mengajukan permohonan supaya MK menyatakan frasa ‘citra diri’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai “berupa nomor urut, foto/gambar, suara, gabungan foto/gambar dan suara terbaru pasangan calon, calon anggota DPRD, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, tanpa manipulasi digital dan/atau teknologi AI, atau setidak-tidaknya mewajibkan peserta pemilu mencantumkan keterangan yang dapat dibaca dengan jelas bahwa nomor urut, foto/gambar, suara, gabungan foto/gambar dan suara yang dipergunakan merupakan hasil manipulasi digital dan/atau teknologi AI.”
Kemudian dalam amar putusan menyatakan frasa ‘citra diri’ yang berkaitan dengan foto atau gambar dalam Pasal 1 angka 35 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Sepanjang tidak dimaknai “foto atau gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa atau dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial (artificial intelligence),” ucap Ketua MK.
Hakim Konstitusi Arif Hidayat yang ikut membacakan putusan mengatakan bahwa norma Pasal 1 angka 35 tidak memberikan batasan yang tegas pada frasa citra diri, sehingga berpotensi menimbulkan multitafsir atau ketidakjelasan dan berpeluang pula munculnya praktik-praktik yang dilakukan peserta pemilu untuk menampilkan tentang citra dirinya yang mengandung rekayasa atau manipulasi foto atau gambar yang merupakan bagian dari citra diri serta dapat memengaruhi calon pemilih yang tidak sesuai dengan pilihan berdasarkan hati nuraninya.
Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan frasa ‘citra diri’ yang berkaitan dengan foto/gambar peserta pemilu yang dipoles dan dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi AI menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak sejalan dengan asas pemilu bebas, jujur, dan adil.
Artinya, kata Saldi, rekayasa atau manipulasi yang berlebihan dapat menyebabkan ekuitas merek kandidat dengan menaikkan pengetahuan, rasa suka, kualitas, dan dan loyalitas pemilih terhadap kandidat. Informasi yang tidak benar, menurut dia, dapat merusak kemampuan pemilih untuk mengambil keputusan secara berkualitas.
“Sehingga hasil citra diri yang direkayasa atau dimanipulasi secara berlebihan tidak hanya merugikan pemilih secara individu, namun juga merusak kualitas demokrasi,” tuturnya saat membacakan putusan.
Dengan demikian, MK berpendapat terhadap norma Pasal 1 angka 35 UU Nomor 7 Tahun 2017 sepanjang frasa ‘citra diri’ yang berkaitan dengan foto atau gambar peserta pemilu harus dilakukan pemaknaan bersyarat dengan mewajibkan peserta pemilu untuk menampilkan foto atau gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa atau dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi AI.
Sumber: Tempo.co