SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyatakan pemerintah berusaha menjaga inflasi melalui pemberian bantuan pangan yang dimulai bulan ini hingga Februari 2025. Namun jumlah Penerima Bantuan Pangan (PBP) akan berkurang dari 22 juta keluarga tahun ini menjadi 16 juta keluarga pada tahun depan.
Mengutip laporan berita tempo.co, pada Desember 2024, Perum Bulog kembali menyalurkan total 220 ribu ton beras kepada 22 juta penerima bantuan pangan. Penyaluran ini akan dilanjutkan pada Januari dan Februari 2025, diharapkan dapat membantu menstabilkan inflasi beras. Hal tersebut disampaikan Arief melalui pernyataan tertulis pada 3 Desember 2024.
Menurut Arief, penyesuaian jumlah penerima bantuan pangan dilakukan karena persentase penduduk miskin mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 tercatat 25,22 juta orang, menurun 0,68 juta orang dibandingkan Maret 2023.
Selain itu, Bapanas juga menggunakan data desil 1 dan 2 serta mencakup lansia tunggal dan perempuan kepala keluarga miskin untuk memastikan program ini lebih tepat sasaran. Jumlah data tersebut dalam Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) mencapai 14 juta penerima.
“Untuk Desember, bantuan pangan beras total 220 ribu ton ke 22 juta PBP kembali disalurkan Perum Bulog. Setelahnya akan terus lanjut lagi di Januari dan Februari 2025, sehingga akan dapat pengungkit pertumbuhan inflasi beras pula," kata Arief.
Baca Juga: Terdampak Kekeringan, 4.861 Keluarga di Ciracap Sukabumi Dapat Bantuan Beras CPPD
Arief menambahkan pada 2025 akan ada program lain yang dirancang untuk masyarakat secara luas, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Target distribusi SPHP akan meningkat menjadi 1,5 juta ton dalam setahun, sehingga masyarakat dapat memperoleh beras berkualitas dari Bulog dengan harga terjangkau.
Dalam rapat bersama Komisi IV DPR pada 19 November 2024, Bapanas mengajukan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) sebesar Rp 31,01 triliun untuk berbagai program, termasuk bantuan pangan beras, bantuan untuk pencegahan stunting, dan distribusi SPHP pada 2025. Anggaran tersebut direncanakan untuk enam bulan pelaksanaan, dengan target 16 juta keluarga penerima manfaat dan 1,5 juta keluarga berisiko stunting.
Namun Wakil Ketua Komisi IV DPR, Alex Indra Lukman, memberikan kritik terhadap usulan ini. Ia mempertanyakan penurunan jumlah penerima bantuan pangan dari 22 juta menjadi 16 juta keluarga. Alex menduga ada dua kemungkinan: apakah memang jumlah keluarga miskin berkurang atau justru anggaran tahun lalu melebihi kebutuhan. Selain itu, ia juga mempertanyakan urgensi anggaran tambahan untuk bantuan stunting, mengingat pemerintah sudah merancang program MBG untuk masalah tersebut.
Ia mempertanyakan urgensi adanya anggaran tambahan untuk program Bapanas. "Apa iya Bapak akan menyasar 1,5 juta keluarga per tahun yang lagi hamil?" kata dia.
Apa Itu Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)?
BPNT adalah program pemerintah yang bertujuan membantu keluarga kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan pangan. Bantuan ini diberikan dalam bentuk uang elektronik yang dapat digunakan untuk membeli bahan pangan di e-warung tertentu. Setiap keluarga penerima manfaat (KPM) mendapatkan Rp 110.000 per bulan yang langsung ditransfer ke rekening mereka.
Program BPNT merupakan pengembangan dari program sebelumnya, yaitu Beras Sejahtera (Rastra), yang memberikan beras secara langsung kepada penerima. Dengan sistem non tunai, penerima dapat memilih bahan pangan sesuai kebutuhan dan preferensi mereka. Selain meningkatkan ketahanan pangan, program ini bertujuan memberdayakan masyarakat dan pelaku usaha mikro melalui peningkatan transaksi non tunai.
Pelaksanaan BPNT melibatkan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, perbankan, dan penggunaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) untuk distribusi. Dengan pendekatan ini, diharapkan bantuan lebih tepat sasaran dan efektif dalam mengurangi kemiskinan serta kerawanan pangan di masyarakat.
Sumber: Tempo.co