SUKABUMIUPDATE.COM - Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan yang paling bertanggung jawab terhadap dokumen tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir adalah Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
"TPF dibentuk dan bekerja untuk Yudhoyono pada 2005. Selama 10 tahun memimpin Indonesia, Yudhoyono seharusnya memiliki kewajiban hukum dan moral untuk menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan akhir TPF," kata Tigor melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (18/10).
Namun, Tigor menilai selama menjabat Yudhoyono tidak melakukan apa pun, bahkan tidak merawat dan menjaga dokumen laporan TPF tersebut. Karena itu, Tigor mengatakan Yudhoyono tidak bisa diam membisu atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang memerintahkan Kementerian Sekretariat Negara membuka dokumen TPF.
"Sekalipun perintah KIP ditujukan kepada Sekretariat Negara sebagai institusi, Yudhoyono secara moral memiliki kewajiban menjelaskan keberadaan dokumen tersebut kepada masyarakat," tuturnya.
Menurut Tigor, Yudhoyono harus memastikan rezim Joko Widodo memiliki akses terhadap laporan kerja TPF sehingga kasus tersebut bisa tuntas. Apalagi, Yudhoyono sendiri pernah menyebut kasus tersebut sebagai "ujian bagi sejarah bangsa", tetapi gagal menuntaskan kasus tersebut.
"Karena mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa Yudhoyono sama sekali tidak memberikan mandat apa pun atas laporan akhir TPF, maka hanya kepada Yudhoyono kita bisa mendapat penjelasan di mana dokumen tersebut berada," katanya.