SUKABUMIUPDATE.COM - Beberapa waktu lalu, beberapa lembaga survei menyebut kepuasan rakyat atas kinerja pemerintah Jokowi-JK meningkat. Namun Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Heri Gunawan menilai, fakta di lapangan masih jomplang, Jauh panggang dari api.
Anggota legislatif asal Sukabumi ini memberikan delapan catatan menanggapi hasil survey kinerja Jokowi-JK tersebut. Pertama, Secara umum, perekonomian Indonesia sejak kepemimpinan Jokowi terus mengalami stagnasi yang serius, bahkan menurun. Indikatornya, tahun 2014 ekonomi tumbuh 5,02%, sedangkan pada 2015 turun menjadi 4,8% saja.
Kedua, Nilai ekspor menurun. Data per Oktober nilai ekspor masih mencapai Rp200 triliun, tapi Per Mei 2016 nilai ekspor tinggal Rp160 triliun. Artinya telah terjadi penurunan sebesar Rp40 triliun.
Sedangkan penilain ketiga pria yang akrab disapa Hergun ini adalah, utang pemerintah pusat yang pada Oktober 2014 hanya Rp2.600 triliun meningkat menjadi Rp3.320 triliun Per Mei 2016. Beban utang inilah yang menurutnya terus menggerus cadangan devisa nasional yang saat ini tersisa USD103,56 miliar.
Kondisi tersebut bagi Hergun, bisa dikualifikasikan sebagai posisi kritis di tengah nilai ekspor yang menurun dan tuntutan pembayaran utang dan bunga utang yang membengkak. Keadaan itu juga terus memberi kontraksi pada nilai tukar yang masih bertengger di kisaran Rp13.000 per Dolar AS.
Keempat, Struktur penerimaan pajak dalam APBN yang makin menurun. Padahal, lebih dari 80% penerimaan APBN bergantung pada pajak. Kita memang tertolong dengan adanya tax amnesty. Namun, itu belum maksimal. Sebab selain repatriasi dana dari luar negeri belum memenuhi target, juga dampaknya pada ekonomi riil belum terukur.
Sedangkan alasan kelima adalah, stagnasi dan kemandegan ekonomi tersebut telah memberi dampak pada: 1) peningkatan jumlah angka pengangguran hingga 6,81%; 2) kemiskinan absolut yang sudah mencapai 28,3 juta jiwa; dan 3) Inflasi yang meningkat sebesar 5,73%.
Keenam, nilai tukar petani juga menurun dari angka 102,87 tahun 2014 menjadi 101,64 tahun 2016 ini. Berarti kualitas kehidupan dan kesejahteraan petani juga belum terjamin secara maksimal.
“Ketujuh, atas dasar itu semua, maka saya bisa menyimpulkan bahwa selama ini kepuasaan masyarakat yang sering disebut-sebut itu, hanya bagian dari citra dan pencitraaan. Tapi, kalau kita turun ke daerah-daerah, turun ke lapangan-lapangan, berbagai masalah masih muncul. Semuanya bersumber dari mundurnya ekonomi dan keuangan yang cukup serius. Apalagi baru-baru ini pemerintahan kita (lewat Menteri Keuangan) telah melakukan pemangkasan anggaran transfer ke daerah sehingga menjadikan batalnya beberapa program pembangunan di daerah-daerah. Dan itu berarti bahwa ke depan ekonomi nasional akan terus tertekan,†ungkap Hergun kepada sukabumiupdate.com, Selasa (18/10).
Sedangkan catatan kedelapan adalah, meminta pemerintahan sekarang untuk kembali ke jalan yang benar, yang sesuai cita-cita kemerdekaan dan konstitusi kita. Karenanya menurut Hergun, yang ditugasi mengurus perekonomian nasional untuk kesejahteraan nasional yang berkeadilan mestinya mampu menghadirkan sistem ekonomi-keuangan yang sehat dan kredibel.
“Tanpa itu, jangan berharap banyak sejahtera yang berkeadilan itu, bisa diwujudkan,†pungkas Hergun.Â