SUKABUMIUPDATE.com - Penerimaan peserta didik baru atau PPDB jalur zonasi sejak awal diperkenalkan hingga saat ini mengalami banyak pro dan kontra dalam pelaksanaannya. Pertama kali diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2017 oleh Muhadjir Effendy dengan tujuan besar menciptakan pemerataan kualitas dan akses pendidikan bagi semua anak Indonesia.
Mengutip tempo.co, Muhadjir saat itu menganggap zonasi adalah langkah strategis untuk mereformasi sistem pendidikan di Indonesia. “Target kita bukan hanya pemerataan akses pada layanan pendidikan saja, tetapi juga pemerataan kualitas pendidikan,” kata Muhadjir ketika Sosialisasi Peraturan/Kebijakan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta, 30 Mei 2018.
Sejak pertama kali diterapkan, kebijakan ini telah mengalami perubahan dan penyesuaian, baik dari regulasi maupun dari kuota penerimaannya. Bukan hanya itu, kebijakan ini juga mendapatkan sikap pro dan kontra, baik dari masyarakat maupun dari lembaga dan/atau pemerintah.
Baca Juga: Gibran Minta Sistem Zonasi Dikaji Ulang dan Usulkan UU Perlindungan Guru
Pro Kebijakan Zonasi
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) telah merilis 11 rekomendasi kebijakan terkait pelaksanaan Ujian Nasional dan PPDB jalur zonasi. “Pertama, FSGI mendorong Presiden Prabowo Subianto tidak buru-buru menghidupkan UN kembali,” ucap Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam keterangan tertulis pada 24 November 2024.
Lebih lanjut, Heru menambahkan bahwa presiden untuk memerintahkan adanya evaluasi terlebih dahulu terhadap Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang diterapkan sebagai pengganti UN pada era Nadiem Makarim.
Salah satu dari 11 rekomendasi kebijakan yang disarankan FSGI adalah kebijakan PPDB sistem zonasi yang tetap dipertahankan. FSGI juga mendorong Komis X DPR RI untuk memanggil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Abdul Mu’ti terkait wacana mengganti PPDB sistem zonasi itu. FSGI pun mendorong Komisi X DPR RI dan Kemendikdasmen untuk meminta pendapat dan masukan banyak pihak yang merupakan stakeholder bidang pendidikan.
“Keempat, FSGI mendorong Presiden Prabowo mempertahankan PPDB Sistem Zonasi,” ucap Heru.
Tidak hanya itu, Heru menilai bahwa sistem zonasi adalah sistem yang paling mendekati prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Selain FSGI, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengatakan isu penghapusan PPDB Zonasi tidak bisa dilakukan secara buru-buru. Setelah tujuh tahun berjalan, PPDB zonasi masih berkutat pada masalah yang sama.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menyebutkan permasalahan PPDB zonasi ini meliputi tidak meratanya sebaran sekolah negeri di wilayah Indonesia; pelaksanaan PPDB di daerah tak didasarkan pada analisis demografis siswa; tak didasarkan analisis geografis akses dari rumah ke sekolah; manipulasi KK demi sekolah favorit. Ada juga praktik pungli dan intervensi agar diterima di sekolah tertentu; dan belum terciptanya pemerataan kualitas sekolah secara nasional seperti tujuan semula zonasi.
Selain itu, P2G juga menilai yang dibutuhkan saat ini adalah evaluasi dan kajian mendalam mengenai kebijakan zonasi tersebut. Lalu yang harus diperhatikan adalah bagaimana sistem penggantinya jika PPDB zonasi dihapus, bagaimana dampak negatif terhadap pemenuhan hak-hak anak, dan apa dampaknya terhadap sistem pendidikan nasional.
Kontra Kebijakan Zonasi
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah meminta kepada Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk menghapus sistem zonasi pada PPDB saat ini. Gibran mengulangi lagi pernyataannya dalam arahan di rapat koordinasi tentang evaluasi kebijakan pendidikan untuk tingkat dasar dan menengah pada Senin, 11 November 2024.
Menanggapi permintaan dari Wapres tersebut, Wakil Kemendikdasmen Atip Latipulhayat mengungkapkan bahwa saat ini sistem PPDB jalur zonasi tengah dikaji secara mendalam. Kajian ini juga melibatkan banyak pihak.
"Bahkan kami sudah melakukan rapat koordinasi dengan seluruh kepala dinas provinsi se-Indonesia," kata Atip dihubungi via WhatsApp, Sabtu, 23 November 2024.
Tidak hanya itu, kebijakan ini juga mendapatkan kontra dari berbagai masyarakat. para orang tua merasa bahwa zonasi sekolah telah membatasi pilihan bagi anak-anak yang berprestasi untuk bersekolah di sekolah yang dianggap favorit.
Sumber: Tempo.co