SUKABUMIUPDATE.com – Tepat 78 tahun yang lalu, yakni pada 15 November 1946 naskah Perjanjian Linggarjati (Perundingan Linggarjati) ditandatangani oleh para tokoh yang terlibat, di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam perjanjian ini, beberapa tokoh besar terlibat sebagai wakil dari masing-masing pihak.
Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir sebagai ketua, bersama Adnan Kapau Gani, Soesanto Tirtoprodjo, dan Mohamad Roem. Dari pihak Belanda, perundingan ini dipimpin oleh Willem Schermerhorn, yang didampingi oleh Max van Poll, H.J. van Mook, dan F de Boer. Pihak Inggris, yang berperan sebagai mediator, diwakili oleh Lord Killearn.
Awal mula Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati atau Perundingan Kuningan, adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang berlangsung pada tanggal 11-13 November 1946 di Desa Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat.
Perundingan Linggarjati menghasilkan kesepakatan mengenai status kemerdekaan Indonesia dan ditandatangani pada tanggal 15 November 1946 di Istana Merdeka, Jakarta. Perjanjian Linggarjati kemudian diratifikasi secara resmi pada tanggal 25 Maret 1947.
Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda kembali ke Indonesia dengan pasukan Sekutu dan memulai perundingan untuk menyelesaikan status kemerdekaan Indonesia.
Perundingan Linggarjati diawali dengan perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, pada 2 Mei 1946, yang gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatra, dan Madura, tetapi Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Baca Juga: Perjanjian Linggarjati Kuningan: Kedaulatan Jawa, Sumatera & Madura dalam Sejarah
Secara keseluruhan, perundingan Linggarjati berlangsung dalam tiga tahap, seperti merujuk Ensiklopedia Kemdikbud.
Perundingan pertama, merupakan perundingan pendahuluan, berlangsung di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946, dengan tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokok yang akan dibicarakan pada tanggal 14 Oktober 1946.
Perundingan kedua diadakan di desa Linggarjati Kuningan Jawa Barat pada tanggal 11-13 November 1946. Meski ada perdebatan sengit, namun berhasil menyetujui naskah perundingan yang terdiri atas 17 pasal, dengan isi antara lain:
- Belanda mengakui secara de facto Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatera,
- Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda bersama-sama menyelenggarakan berdirinya sebuah negara berdasarkan federasi dengan nama Negara Indonesia Serikat,
- Pemerintah Republik Indonesia Serikat akan tetap bekerjasama dengan pemerintah Belanda dengan membentuk Uni Indonesia-Belanda.
Perundingan Linggarjati yang ketiga berlangsung di Istana Rijswijk (sekarang Istana merdeka), Jakarta pada 15 November 1946 dengan agenda pengumuman secara resmi naskah persetujuan dan pidato perpisahan dari Lord Killearn yang mewakili Inggris dan naskah dalam bahasa Belanda diparaf di rumah Syahrir pada sore harinya.
Sementara itu, naskah Isi Perjanjian Linggarjati dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris baru diparaf pada tanggal 18 November 1946.
Setelah diparaf, Perjanjian Linggarjati masih memerlukan persetujuan dan ditandatangani oleh parlemen RI, yaitu Parlemen Belanda serta Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Meski banyak pro kontra, namun naskah berhasil diratifikasi serta ditandatangani secara resmi di Istana Rijkswijk atau Istana Negara di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1947.