SUKABUMIUPDATE.com - Sepanjang 2024, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah melanda berbagai sektor industri di Indonesia. Ini memberikan dampak besar pada para pekerja dan perekonomian. Melemahnya ekonomi global, persaingan bisnis yang semakin ketat, serta perkembangan digitalisasi yang pesat telah memicu perubahan signifikan di dunia kerja.
Dikutip dari laman satudata.kemnaker.go.id melalui tempo.co, selama periode Januari hingga Juli 2024, sebanyak 42.863 orang tenaga kerja mengalami PHK. Jawa Tengah menjadi wilayah dengan angka PHK tertinggi yakni sekitar 32,01 persen dari keseluruhan tenaga kerja yang terkena PHK. Beberapa provinsi lain juga mencatat jumlah PHK yang tinggi, menyoroti kerentanan mereka terhadap kondisi ekonomi yang tidak stabil.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan hingga 1 Oktober 2024, sebanyak 52.993 tenaga kerja telah terdampak PHK. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menjelaskan sektor manufaktur menyumbang angka PHK terbesar tahun ini, dengan total 24.013 tenaga kerja.
Baca Juga: PHK, Pengangguran dan Kemiskinan: Tantangan Calon Pemimpin Baru di Sukabumi
“Ada 3 sektor penyumbang PHK tertinggi, yakni sektor pengolahan dengan total 24.013 tenaga kerja, sektor aktivitas jasa lainnya 12.853 tenaga kerja, serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan 3.997 tenaga kerja,” ujar Indah pada 1 Oktober 2024.
Berikut adalah lima provinsi dengan jumlah PHK tertinggi di tahun 2024.
1. Jawa Tengah (13.722)
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, menyatakan Jawa Tengah mencatat jumlah kasus PHK tertinggi. "Jawa Tengah masuk nomor satu, diikuti DKI Jakarta dan Banten," katanya setelah rapat di DPR RI, Senin, 2 September 2024.
Dalam laporannya, jumlah PHK di Jawa Tengah mencapai lebih dari 20 ribu kasus, dengan sektor industri tekstil, garmen, dan alas kaki menjadi penyumbang terbesar. Di DKI Jakarta, lanjut Indah, sektor jasa menjadi penyebab utama tingginya angka PHK, sementara di Banten, sektor industri baja dan petrokimia mendominasi jumlah kasus PHK.
2. DKI Jakarta (7.469)
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sebanyak 32.064 pekerja di Indonesia terdampak PHK sepanjang Januari hingga Juni 2024. Dari angka tersebut, sebagian besar terjadi di Jakarta, mencakup 23,29 persen atau sekitar 7.469 pekerja.
3. Banten (6.359)
Provinsi Banten berada di posisi ketiga dalam jumlah kasus PHK tertinggi pada 2024 dengan total 6.359 pekerja yang terdampak. Sebagai wilayah yang kuat di sektor industri, terutama baja dan petrokimia, Banten mengalami tekanan besar akibat ketidakstabilan ekonomi global dan perubahan cepat dalam dunia bisnis.
4. Jawa Barat (5.567)
Provinsi Jawa Barat atau Jabar menempati posisi keempat dalam daftar provinsi dengan jumlah kasus PHK tertinggi di Indonesia sepanjang 2024, dengan total 5.567 pekerja yang terdampak. Angka ini mencerminkan tekanan besar yang dihadapi sektor-sektor industri di Jabar akibat tantangan ekonomi dan perubahan kebutuhan pasar yang dinamis.
5. Sulawesi Tengah (1.812)
Provinsi Sulawesi Tengah menempati posisi kelima dengan jumlah PHK sebanyak 1.812 pekerja sepanjang 2024. Meskipun tidak sebesar provinsi lain, angka ini tetap menjadi perhatian karena dampaknya pada tenaga kerja lokal yang bergantung pada sektor-sektor tertentu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2024 sebesar 4,82 persen, turun 0,63 persen dari periode yang sama pada 2023. Ini berarti dari setiap 100 orang dalam angkatan kerja, sekitar 5 di antaranya masih menganggur. Kelompok usia muda (15-24 tahun) menyumbang TPT tertinggi, mencapai 16,42 persen. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, TPT laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, yaitu 4,96 persen.
Berdasarkan tingkat pendidikan, lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) memiliki tingkat pengangguran tertinggi, yaitu 8,62 persen. Selain itu, lulusan diploma empat (D4), sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3), mengalami kenaikan TPT sebesar 0,11 persen menjadi 5,63 persen pada Februari 2024.
Sumber: Tempo.co