SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan Zarof Ricar biasa mengurusi perkara kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang dapat menguntungkan pihak yang sedang berperkara. Ini terungkap setelah Zarof terciduk terlibat permainan kasus Ronald Tannur atas pembunuhan wanita asal Sukabumi, Dini Sera Afriyanti.
Mengutip tempo.co, Qohar mengatakan Zarof biasa memainkan perkara ketika dia berdinas di MA sejak 2012 hingga 2022 atau sekitar sepuluh tahun. Di institusi itu, Zarof tercatat pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA hingga Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA.
“Menurut pengakuan yang bersangkutan, dia lupa berapa banyak kasus yang diurus karena banyak,” kata Qohar di Kejaksaan Agung, Jumat malam, 25 Oktober 2024.
Qohar menyebut terungkapnya peran Zarof dalam pengurusan kasasi ini bermula ketika penyidik Jampidsus mengembangkan kasus suap pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Suap itu bertujuan membebaskan Ronald dari segala tuntutan jaksa.
Baca Juga: Uang Hampir Rp 1 T Disita dari Eks Pejabat MA dalam Kasus Pembunuhan Wanita Sukabumi
Dalam pengembangannya, jaksa menemukan bukti jika Lisa bukan hanya menyuap para hakim, melainkan juga berusaha menyuap hakim agung senlai Rp 5 miliar melalui Zarof. Suap diberikan agar hakim di tingkat kasasi itu tetap menyatakan Ronald tidak bersalah. “(setelah dilakukan penggeledahan) Penyidik kaget, tidak menduga bahwa di dalam rumah (Zarof) ada uang hampir Rp 1 triliun dan emas yang beratnya hampir 51 kilogram,” kata Qohar.
Qohar mengatakan, dari hasil penggeledahan di rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, penyidik menyita uang SG$ 74.494.427, US$ 1.897.362, EUR 71.200, HK$ 483.320, dan mata uang Rp 5.725.075.000. “Jika dikonversikan ke rupiah totalnya Rp 920.912.303.714 (Rp 920,91 miliar),” ujarnya.
Selain uang tunai, Qohar mengatakan, penyidik juga menyita 498 kepingan logam mulia berupa emas seberat 100 gram, empat keping logam mulia emas seberat 50 gram, dan satu keping logam mulia emas seberat 1 kilogram dari rumah Zarof, sehingga total seluruhnya kurang lebih 51 kilogram. “Berdasarkan keterangan yang bersangkutan semua ini dikumpulkan mulai dari 2012 sampai 2022, diperoleh dari sebagian besar pengurusan perkara,” kata Qohar.
Namun begitu, Qohar mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan soal peran Zarof yang kerap menjadi makelar kasus di MA. “Kami akan lihat seperti apa nanti hasil pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti yang lain. Kami tidak banyak berkomentar, berikan kami kesempatan untuk bekerja,” kata Qohar. “Yang pasti siapa pun yang terlibat dalam perkara ini pasti akan kami mintai pertanggungjawaban.”
Zarof ditetapkan sebagai tersangka permufakatan jahat bersama Lisa Rachmat dalam penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur atau Ronald Tannur. Bekas Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA itu terlibat praktik lancung untuk penanganan perkara di kasasi.
Zarof diminta oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat (LR), untuk melobi hakim agung yang menangani perkara Ronald Tannur agar putusannya menguatkan putusan PN Surabaya. LR menjanjikan uang Rp 5 miliar untuk para hakim agung tersebut. "Untuk ZR, diberikan fee Rp 1 miliar atas jasanya tersebut," kata Qohar.
Zarof ditangkap pada 24 Oktober 2024 malam sekira pukul 22.00 WITA di Hotel Le Meridien Bali. Dalam penangkapan itu, Kejaksaan juga menyita 149 lembar uang pecahan Rp 100 ribu dengan total Rp 15,2 juta, kemudian 98 lembar uang pecahan Rp 50 ribu dengan total Rp 4,9 juta, dan lima lembar uang pecahan Rp 5 ribu total Rp 25 ribu, serta beberapa barang elektronik berupa handphone milik Zarof yang disimpan di hotel.
Qohar mengatakan Zarof dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara untuk Lisa, dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber: Tempo.co