SUKABUMIUPDATE.COM - Dewan Pers bersama TNI akan menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding - MoU) untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap wartawan yang melibatkan oknum prajurit TNI. Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo di Yogyakarta, Selasa (4/10), mengatakan poin-poin yang akan dimasukkan dalam nota kesepahaman Dewan Pers-TNI masih dalam pembahasan.
Rencananya MoU itu akan ditandatangani di hadapan Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2017 di Ambon. "Tiga minggu yang lalu saya bertemu dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan setuju membuat MoU," kata Yosep seusai menjadi pembicara dalam Jambore Media dan PR Indonesia di Yogyakarta.
Menurut dia, salah satu poin yang direncanakan masuk dalam MoU Dewan Pers-TNI itu adalah pencegahan kekerasan terhadap wartawan dan peningkatakan sosialisasi Undang-Undang (UU) Pers di jajaran TNI. "Yang jelas kalau terjadi kembali kekerasan terhadap wartawan dua institusi ini harus sama-sama mendorong supaya pelakunya diproses," kata Yosep.
Menurut Yosep, kasus penganiayaan yang dilakukan sejumlah anggota Batalyon Infanteri Lintas Udara 501 Bajra Yudha, Madiun, terhadap jurnalis Net TV Soni Misdiananto pada Minggu (2/10) menambah daftar panjang kekerasan serupa yang dilakukan oknum institusi itu terhadap wartawan.
"Di tengah upaya Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengusut dan membawa ini (kekerasan TNI terhadap wartawan) ke ranah hukum, justru terjadi lagi di Madiun," kata dia.
Dalam kasus itu, ia mempertanyakan pemahaman oknum prajurit TNI tentang hak wartawan dalam menjalankan tugasnya yang telah dijamin Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 8 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
"Yang jadi pertanyaan Soni sudah memperlihatkan kartu pers, tetapi kemudian masih diintimidasi. Ini memperlihatkan jajaran prajurit TNI belum memahami tugas wartawan," kata Yosep.
Menurut dia, oknum TNI yang melakukan kekerasan terhadap wartawan harus diadili di Pengadilan Militer dan dapat dijerat dengan ancaman hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta sesuai Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.