SUKABUMIUPDATE.com - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur alias Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan wanita asal Kabupaten Sukabumi, Dini Sera Afriyanti (29 tahun), di Surabaya pada 4 Oktober 2023. Dalam salah satu pertimbangannya, majelis hakim berkesimpulan tak ada saksi yang mengetahui secara pasti Ronald membunuh Dini di tempat kejadian perkara.
Mengutip tempo.co, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Ajie Ramdan berpendapat pertimbangan majelis hakim tidak logis karena dugaan penganiayaan oleh Ronald dilakukan tanpa melibatkan orang lain sehingga tidak mungkin ada saksi yang melihat. Ajie membandingkan perkara ini dengan kasus kopi sianida yang melibatkan Jessica Wongso.
“Apabila saya bandingkan kasus Jessica yang terbukti meracun Wayan Mirna, tidak ada saksi juga yang melihat Jessica menuangkan racun ke dalam kopi yang diminum Wayan Mirna. Majelis hakim mempertimbangkan alat bukti CCTV yang menunjukkan Jessica menuangkan racun yang ditutupi oleh paper bag,” kata Ajie pada Selasa, 30 Juli 2024.
Baca Juga: 3 Rekomendasi DPR Soal Bebasnya Ronald Tannur, Terdakwa Pembunuhan Wanita Sukabumi
Ajie menyebut majelis hakim seharusnya tidak mengabaikan alat bukti CCTV karena merupakan alat bukti elektronik berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). CCTV dapat dipergunakan sebagai alat bukti selama CCTV mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa sehingga dalam hukum acara pidana CCTV bisa digunakan sebagai alat bukti pada proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan.
Ajie juga menyoroti diabaikannya bukti visum et repertum (VER). Padahal, menurut dia, VER merupakan bagian dari alat bukti surat berdasarkan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbentuk keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis resmi penyidik tentang pemeriksaan media terhadap seorang manusia baik hidup maupun mati atau bagian dari tubuh manusia berupa temuan dan interpretasinya di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.
Berdasarkan keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan, hasil VER menjelaskan bahwa ada luka dalam karena kekerasan benda tumpul dan bekas lindasan mobil yang terjadi pada Dini. Apabila JPU sangat yakin bisa membuktikan dugaan penganiayaan terhadap Dini oleh Ronald dengan dua alat bukti tadi, Ajie menyebut JPU harus melakukan upaya kasasi.
“JPU harus melakukan upaya hukum luar biasa yaitu kasasi demi kepentingan hukum terhadap putusan bebas Ronald Tannur untuk meyakinkan majelis hakim kasasi bahwa majelis hakim pengadilan negeri telah salah menerapkan hukum karena tidak mempertimbangkan alat bukti CCTV dan visum et repertum (VER). Kewenangan Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya hukum kasasi tersebut berdasarkan Pasal 244 KUHAP jo. Putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012 dan Pasal 259 KUHAP,” kata Ajie.
Sebelumnya, Ronald Tannur sebenarnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polrestabes Surabaya, Jawa Timur. Kepolisian menjerat Ronald dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan karena diduga telah menghilangkan nyawa kekasihnya, Dini Sera Afriyanti.
Selain itu, Ronald dijerat dengan Pasal 351 dan 359 KUHP tentang penganiayaan dan kelalaian dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. Tim penyidik pun mengungkapkan bahwa penganiayaan berujung penghilangan nyawa ini terjadi setelah pasangan kekasih itu menghabiskan malam di sebuah tempat hiburan di kawasan Surabaya barat.
Namun, Majelis Hakim PN Surabaya justru memvonis bebas Ronald Tannur dari segala dakwaan soal kasus dugaan penganiayaan dan pembunuhan terhadap Dini. Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik menyatakan Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan korban tewas.
“Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” kata Hakim Erintuah di Surabaya, Rabu, 24 Juli 2024.
Hakim menilai terdakwa masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban pada masa kritis. Terdakwa disebut sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. “Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum,” kata Erintuah. Hakim pun memerintahkan JPU segera membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan dibacakan.
Sumber: Tempo.co