SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai keterlibatan anak-anak dalam pusaran judi online merupakan kegagalan negara.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa ratusan ribu anak terlibat perjudian online.
Menurut Jasra, negara telah gagal memenuhi lima klaster hak anak, yakni hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan keluarga, pendidikan, waktu luang dan aktifitas kebudayaan serta pelindungan khusus.
“Jika pemenuhan hak anak bisa terpenuhi secara baik, dari klaster 1 hingga 4, maka anak tidak perlu berpindah ke klaster 5,” ujar Jasra dikutip dari tempo.co, Sabtu (27/7/2024).
Jasra menyebut, anak-anak yang terlibat dalam judi online harus dipenuhi haknya dengan perlindungan khusus, yakni masuk dalam klaster ke lima pemenuhan hak anak. Untuk itu KPAI akan memaksimalkan pencegahan, penanganan, dan pengawasan terhadap anak-anak yang terlibat judi online. Upaya ini akan dimaksimalkan hingga tingkat satuan pendidikan melalui Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
“Hampir 80 ribu sekolah sudah terbentuk tim PPK ini,” kata Jasra. "Jadi salah satu rekomendasi kita agar di satuan pendidikan yang menemukan anak yang terlibat dengan judi online, tim PPK ini bisa menyelesaikan."
Baca Juga: 197.054 Anak-Anak Terlibat Judi Online, Total Transaksi Rp 293,4 Miliar
Sebelumnya diberitakan, keterlibatan anak-anak dalam pusaran judi online cukup memprihatinkan, karena jumlahnya mencapai ratusan ribu. PPATK memiliki temuan data tentang anak-anak yang terlibat perjudian online itu.
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, terdapat anak-anak berusia 11 hingga 19 tahun terlibat transaksi judi online. Total jumlah anak-anak itu sebanyak 197.054 dengan total depositnya sekitar Rp 293 miliar.
Tak hanya judi online, PPATK juga menemukan ratusan ribu anak terlibat prostitusi online. Bahkan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang terlibat judi online. “Prostitusi ini melibatkan 24.049 anak dengan 130 ribu transaksi. Angkanya mencapai Rp127,3 miliar,” kata Ivan Yustiavandana.
Melihat banyaknya jumlah anak-anak yang terlibat judi online dan prostitusi online, PPATK berharap KPAI dapat menjadi lembaga terdepan yang melindungi anak-anak. Hal tersebut menjadi sorotan karena PPATK mengetahui bahwa akses judi online serta prostitusi online berada dalam jangkauan anak-anak.
“Harapannya anak-anak ini bisa sesegera mungkin dilindungi dari paparan, tidak hanya akses internet tetapi juga proses pembiayaan di mini market,” ujar Ivan.