43 Tahun Wafatnya Buya Hamka, Ulama yang Sempat Ditahan di Sukabumi karena Fitnah Kudeta

Rabu 24 Juli 2024, 09:03 WIB
Buya Hamka dalam sebuah pertemuan. | Foto: Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Buya Hamka dalam sebuah pertemuan. | Foto: Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

SUKABUMIUPDATE.com - Tepat 43 tahun lalu Buya Hamka meninggal dunia. Ulama yang juga dikenal sebagai jurnalis, penulis, dan sastrawan, ini mengembuskan napas terakhirnya pada 24 Juli 1981 pukul 10.37 WIB dalam usia 73 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir (TPU) Jakarta Selatan.

Tahun itu, setelah mengundurkan diri dari posisi ketua Majelis Ulama Indonesi (MUI), kesehatan Hamka menurun. Mengikuti anjuran dokter, dia dirawat inap di Rumah Sakit Pusat Pertamina. Pada hari keenam dirawat, pria kelahiran Agam, Sumatra Barat, 17 Februari 1908, tersebut sempat menunaikan salat duha, dibantu putrinya untuk bertayamum.

Kemudian, siang harinya, dokter menyatakan bahwa Hamka berada dalam keadaan koma karena ginjal, paru-paru, dan saraf sentralnya sudah tidak berfungsi. Kondisinya hanya bisa dipertahankan dengan alat pacu jantung. Namun pada 24 Juli 1981, keluarga sepakat mencabut alat pacu jantung. Tidak lama setelah itu, Hamka wafat.

Puluhan tahun berikutnya, perjalanan hidup Hamka diangkat menjadi film biografi dengan aktor Vino G Bastian sebagai pemerannya. Film yang mengisahkan tokoh Muhammadiyah ini tayang di bioskop pada April 2023. Dalam film Buya Hamka Vol I, ada satu adegan laki-laki bernama lengkap Abdul Malik Karim Amrullah itu ditahan di Sukabumi.

Baca Juga: 6 Februari 1964, Buya Hamka Terpaksa Mengakui Fitnah saat Ditahan di Sukabumi

Hamka sempat ditahan di Sukabumi karena dianggap berbahaya oleh rezim Orde Lama. Peristiwa serupa lebih dulu menimpa ayahnya, Abdul Karim Amrullah atau biasa disebut Haji Rasul, pada masa penjajahan Belanda. Sekira 1941, Haji Rasul dibuang ke Sukabumi, tepatnya di Jalan Cikiray, belakang sekolah Mardi Yuana, bersama istri dan adik Hamka.

Hamka merasakan apa yang dialami ayahnya akibat ketegasan dia dalam berdakwah. Catatan peristiwa ini disampaikan Irman Firmansyah, pengamat sejarah Sukabumi.

Tuduhan Rapat Gelap

Pada 1960-an, Irman mengatakan politik di Indonesia memanas akibat pertentangan partai Islam dan partai Komunis. Hamka yang juga politisi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), tak luput dari bidikan partai komunis yang saat itu menguasai pemerintah. Salah satunya lewat BPI (Badan Pusat Intelijen), yang menuduhnya melakukan pertemuan jahat pada 11 Oktober 1963 di Mauk, Tangerang. Peristiwa yang sebenarnya hajatan tokoh Masyumi.

Hamka dan rekan lainnya yakni Ghazali Shahlan, Yusuf Wibisono, dan Kasman Singodimedjo, dituduh mengadakan rapat gelap merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno dan Menteri Agama Syaifuddin Zuhri. Mereka juga dianggap melanggar Penetapan Presiden Nomor 11 dan Nomor 13 Tahun 1963 tentang Anti-Subversif dan soal larangan mendengar siaran radio dan televisi Malaysia.

Hamka akhirnya ditangkap pada Senin, 12 Ramadhan 1385 Hijriah, saat polisi berpakaian preman datang membawa surat perintah penahanan dan melakukan penggeledahan. ketika Hamka dibawa, istrinya pingsan dan keluarganya tidak diberi tahu ke mana akan dibawa.

Hamka ternyata dibawa ke departemen angkatan kepolisian (DEPAK) selama dua jam. Selanjutnya ke Cimacan Bogor dan ditahan di Puncak di sebuah bungalo milik polisi bernama Harlina (Vila Harlina) hingga 31 Januari 1964. Sore hari di tanggal itu, Hamka dijemput polisi dan singgah sebentar di Vila Harjuna, tempat Kasman Singodimedjo sudah ditahan dua bulan lebih. Hamka lalu dibawa ke sekolah kepolisian Sukabumi dan tiba saat berbuka puasa.

Malam itu Hamka diberi tahu bahwa pada Sabtu, 1 Februari 1964, akan mulai diperiksa di sekolah kepolisian (saat ini Setukpa Polri) di Sukabumi. Hamka ditempatkan di ruangan bekas Vila Van Delden di kompleks sekolah polisi (sekarang lokasinya menjadi lapangan tenis). Bangunan ini pada masa pendudukan Belanda sempat dijadikan penjara para pejuang sebelum dieksekusi di Takokak, Cianjur.

Keesokan harinya, pukul 07.00 WIB, 1 Februari 1964, status penahanan Hamka diserahkan kepada tim pemeriksa bernama Soedakso untuk menjalankan tugas mereka. Para pemeriksa berjumlah 20 orang berpangkat inspektur polisi dengan wajah yang tidak bersahabat. Pemeriksa bergantian masing-masing dua orang selama tiga jam, kemudian diganti dua orang lagi dan berlangsung pagi, sore, hingga malam. Hamka menyebutkan dia ditanya 1.001 pertanyaan alias banyak pertanyaan yang dilontarkan selama 15 hari 15 malam.

"Hamka ditanyai segala macam, mulai biodata, pendidikan, pergaulan, partai, bahkan tuduhan-tuduhan gelap menentang pemerintah Soekarno dan penggulingan pemerintah yang sah melalui perkumpulan GAS (Gerakan Anti Soekarno). Tuduhan itu atas keterangan Zawawi dan Ghazali Shahlan yang sudah ditahan sebelumnya," kata Irman kepada sukabumiupdate.com.

Hamka diberi tahu oleh pemeriksa bahwa Ghazali Shahlan yang juga ditahan di sekolah angkatan kepolisian, awalnya membantah semua tuduhan, namun sekarang sudah mengaku dan disarankan kepada Hamka untuk turut mengaku. Pemeriksaan ini dilakukan dengan kurang etika karena Hamka dibentak-bentak dan dicaci maki layaknya narapidana pencurian. Tetapi, Hamka tetap membantah dan menganggap Zawawi dan Ghazali Shalan telah disiksa dan dipukuli hingga terpaksa berbohong.

Hamka yang ditahan dalam keadaan berpuasa terus mendapat tekanan saat diperiksa. Lantaran terus membantah, maka pada Senin pukul 03.30 WIB, 3 Februari 1964, Hamka dipertemukan dengan Overste Nasuhi (kawan Hamka). Nasuhi menyampaikan Hamka ikut dalam rapat gelap di Tangerang. Tampaknya dia juga telah dipaksa polisi untuk mengarang pengakuan.

Pemeriksa Bernama Mutjokusumo terus menekan supaya Hamka mengaku, namun berulang kali Hamka membantah karena tidak merasa melakukan pertemuan gelap. Dalam kesempatan pemeriksaan itu, Overste Nasuhi sempat berbisik kepada Hamka bahwa biang keladi fitnah adalah pemuda rakyat bernama Hasan Suri.

Secara total Hamka ditahan di Sukabumi selama satu bulan delapan hari. Adapun pernyataan Hamka diperiksa 15 hari 15 malam, belum termasuk waktu libur dan sebagainya.

Kisah terus berlanjut. Tak lama kemudian, Hamka juga menerima surat dari Ghazali Shahlan yang dititipkan ke pengantar makanan yang menyebut hal yang sama bahwa Hasan Suri adalah pelaku yang memfitnah mereka semua dan posisi Hasan Suri juga sama-sama ditangkap. Hamka sering menangis di penjara Sukabumi dan berdoa diberi kekuatan karena merasa difitnah hal keji yang tidak pernah dia lakukan.

Suatu hari, Hamka diperiksa polisi bengis bernama Gondo. Dengan nada menghina, Hamka diminta mengaku tentang pertemuan di Tangerang serta dituduh menerima surat dari Abdul Rahman (Perdana Menteri Malaysia) dan menerima uang 4 juta. Hamka disebut pengkhianat yang membela Malaysia dan berencana mengadakan kudeta pemerintahan yang sah dan ingin membunuh Presiden Soekarno. Gondo juga menyebut rekan Hamka yaitu Dalari Umar menyimpan empat peti granat untuk dilemparkan kepada Bung Karno.

Tuduhan tersebut menyebabkan emosi Hamka memuncak. Namun, Hamka sadar dia sengaja diprovokasi untuk melawan dan kemungkinan akan ditembak jika melakukan itu. Hamka tetap membantah dengan bersumpah. Gondo menyatakan semua bukti sudah ada, tetapi Hamka dituduh telah menghilangkan bukti karena informasi penangkapan telah bocor.

Gondo kemudian mengarahkan pemeriksaan tentang Masyumi yang anti-Pancasila. Hamka menjelaskan Masyumi tidak anti-Pancasila. Namun, Gondo terus menghardiknya dengan kata-kata kasar hingga Hamka lelah.

Hamka yang tak pernah tidur dalam pemeriksaan semakin lemah dan kurus. Overste Nasuhi sempat menyarankan untuk mengaku guna menghindari siksa pukulan dan sengatan listrik, karena kabarnya Ghazali juga disetrum.

Pada 5 Februari 1964, Hamka dihadapkan dengan dua anggota polisi perintis yang badannya tegap, sepertinya penyiksaan akan dimulai. Ketua tim pemeriksa menyarankan Hamka untuk segera mengaku demi kebaikannya. Hamka lalu sempat berpikir untuk mengakui supaya menghindari siksaan dan nanti membantahnya di depan hakim. Pemeriksaan itu berlangsung hingga dini hari dan Hamka masih bersikeras membantah.

Kemudian pukul 03.00 WIB, 6 Februari 1964 (pemeriksaan kelima di mana satu pemeriksaan bisa berlangsung lebih dari sehari semalam), Hamka lagi-lagi diminta mengaku oleh tim pemeriksa bernama Muljo. Hamka dipaksa mengaku turut campur dalam gerakan rahasia untuk membunuh Presiden Soekarno. Akhirnya Hamka yang sudah kelelahan fisik dan batin mengalah dengan satu kalimat: Silakan saudara Siregar mengarang cerita dan saya akan menandatanganinya. Akhirnya sekira pukul 13.00 WIB, pemeriksaan selesai.

Tetapi, malam harinya pukul 20.00 WIB, Hamka diperiksa oleh Inspektur Muljokusumo dan Inspektur Sufanir. Mereka membawa bungkusan yang di kemudian hari diketahui adalah alat penyetrum. Hamka dimaki dan dihina sebagai pembohong dan dia diancam bahwa polisi sudah berpengalaman untuk membuat pembohong mengaku dengan berbagai cara.

Hamka menjelaskan tadi siang dia sudah mengaku kepada Siregar dan Hamka meminta jangan lagi ditekan karena dia hanya perlu dua hari untuk menyusun ceritanya. Akhirnya polisi mulai melunak dan selama dua hari (Minggu dan Senin), Hamka tidak lagi diganggu. Pada Minggu pagi, Muljokusumo mendatangi Hamka dan memberinya beberapa lembar kertas untuk cerita pengakuan. Hamka yang juga novelis dengan mudah membuat cerita seolah menulis novel.

Terpaksa Menulis Kisah Palsu

Hamka menulis kisah palsu di mana rapat gelap diawali dari rumahnya sendiri pada Selasa malam, 1 Oktober 1963 yang dihadiri Mayor Amiruddin Siregar, Ghazali Shahlan, Zawawi, dan Dalari Umar. Dalam pertemuan itu yang dibahas adalah tentang peningkatan keaktifan pemuda Muhammadiyah dan dukungan terhadap Malaysia dari segi kebudayaan. Hamka sengaja tidak menyebut Yusuf Wibisono dan Kasman Singodimedjo.

Kemudian Hamka mengarang lagi atas pengakuan Zawawi yang dia baca, bahwa Kamis, 10 Oktober 1963, selepas magrib, lima orang tadi rapat kembali di Tangerang. Meskipun aslinya yang dia ketahui adalah acara tahlilan karena wafatnya Mualim Saleh yang tidak dia hadiri. Hamka juga tak menyebutkan Kasman Singodimedjo. Yang disebutkan adalah nama-nama yang sering ditanyakan pemeriksa supaya ceritanya sesuai yaitu H Abdurrahman Ali, Hamidullah, Hasan Suri, Mayor Amiruddin Siregar, Dalari Umar, Zawawi, dan Overste Nasuhi.

Sebenarnya Hamka khawatir dengan nama-nama itu karena sebagian tak pernah mengenalnya, namun disebut hanya karena pemeriksa sering menyampaikannya sebagai kronologi.

Hamka menyerahkan tulisannya pada Selasa pagi yang kemudian diketik oleh seorang petugas. Hamka kembali diperiksa mengenai detail kejadian bahkan hingga bentuk rumah dan perkakas secara rinci. Hamka benar-benar mengarang dan menjawab asal saja yang dia ingat. Petugas terus mendesak tentang keberadaan Kasman Singodimedjo dan Yusuf Wibisono, tetapi Hamka tetap membantah dan menyebut Kasman dan Yusuf tak mau hadir karena menganggap tahlilan sebagai bidah.

Kebenaran yang Terungkap

Cerita Hamka akhirnya tiba kepada siapa pengusul pembunuhan terhadap Bung Karno. Hamka menyebut nama Hasan Suri yang mengusulkan, namun ditolak semua peserta rapat. Hasan Suri pula yang mengusulkan kudeta yang ditolak oleh Overste Nasuhi. Ini disebutkan sebagai skenario Hamka untuk menjebak pelaku fitnah yang menjebloskan mereka semua ke penjara.

Hamka kemudian ditanya tentang surat dari Tengku Abdul Rahman Malaysia yang dititipkan kepada spion malaysia bernama Mohammad Nazir yang ditujukan kepada Hamidullah dan Dalari Umar. Hamka mengakui semua ditujukan kepada dirinya, bukan mereka.

Hamka sedikit bernapas lega karena pemeriksaan tidak lagi keras sehingga beliau bisa fokus ibadah dan mulai membuat karya yaitu Tafsir Al-Azhar.

Menjelang lebaran, keluarganya sudah mengetahui keberadaan Hamka dan diberi kesempatan bertemu di sekolah kepolisian Sukabumi. Istri dan anak-anaknya berangkat ke Sukabumi dengan mobil yang sering mogok. Mereka menunggu selama satu jam di aula sekolah kepolisian Sukabumi, hingga Hamka datang dikawal polisi berwajah garang.

Ketika ditemui di aula sekolah polisi, kondisi Hamka kurus dan kulitnya menghitam. Mereka berbincang selama satu jam di bawah pengawasan polisi dan dilarang berbahasa daerah supaya bisa dimengerti. Dari penjelasannya, Hamka menyebut para polisi itu sebagai Gestapo untuk menggambarkan kekejamannya.

Mesk Hamka sudah mengaku, suatu saat polisi Muljokusumo masih mencoba menjebak dengan menanyakan orang-orang di kedutaan besar Inggris. Hamka menyebut tidak ada yang kenal kecuali atase kebudayaan RPA Dr Mahmoud Ridwan. Hamka menyadari pertanyaan ini untuk mengarahkan Hamka terlibat dalam gerakan subversif Nekolim. Sesudah pertanyaan itu Hamka akhirnya tak lagi ditanya yang berat-berat, hanya profil orang-orang yang disebut yang bisa dijelaskan oleh Hamka dengan mudah.

Pada Selasa malam, 24 Maret 1964, masuklah Inspektur Siregar ke kamar tahanan Hamka dan berbisik bahwa para anggota pemeriksa sebenarnya sudah menyimpulkan kasus ini tidak ada dan hanya fitnah. Dia meminta maaf karena sudah berbuat kasar dan meminta beliau bersabar dan merahasiakan informasi ini.

Pada Rabu malam, 25 Maret 1964, Inspektur Soedakso dan Inspektur Sujarwo mulai bersikap manis dan menunjukan fotokopi surat yang dikirim Hamka ke Bung karno, Menko Ruslan Abdulgani, Menko Jenderal Nasution, Menko H Muljadi Dojomartono, dan KH Fakih usman. Mereka bertanya dengan nada santai kapan Hamka punya waktu menulis surat itu. Ternyata surat-surat tersebut tidak sampai dan ditahan oleh petugas untuk keluar. Hamka ditanyai apakah akan mencabut surat itu? Hamka menjawab tegas tidak akan dicabut.

Kemudian Senin pukul 05.00 WIB, 30 Maret 1964, Inspektur Muljono meminta Hamka berpakaian karena akan diajak ke Tangerang untuk rekonstruksi. Pukul 07.00 WIB, mereka berangkat dari Sukabumi dan mampir di Mayestik untuk menjemput petugas polisi yang membantu rekonstruksi. Hamka lalu dibawa ke rumahnya sendiri di Jalan Raden Fatah untuk rekonstruksi rapat gelap 1 Oktober 1963. Sebab itu rumahnya sendiri, Hamka dengan mudah menjelaskan peristiwa yang dikarangnya.

Namun kemudian Hamka dibawa ke Tangerang untuk menunjukkan rumah tempat rapat gelap berikutnya. Tetapi memang tak pernah melakukan rapat gelap, Hamka bingung menjelaskan dan hanya menjawab bahwa dia lupa tempatnya karena gelap. Akhirnya sebuah rumah ditunjukkan, tetapi sayangnya berbeda dengan pengakuan Hamka dalam pemeriksaan seperti detail gorden tikar, arah rumah, dan lainnya karena memang Hamka mengarang cerita.

Selepas itu, Hamka Kembali ke Sukabumi dan para polisi berubah sikapnya menjadi baik. Sebagian ada yang memberi makanan serta ada yang meminta diajarkan doa dan minta didoakan. Hal yang sama diberikan kepada Ghazali Shahlan yang sempat datang dan meminta doa.

Seorang agen polisi bernama Sakirman asal Tasikmalaya yang menjaga Hamka sendirian pernah berkata sambil menangis. Dia menyebutkan alasan Muljokusumo meminta diajarkan doa karena dia merasa bersalah pernah bersama Sulfanir membentak-bentak Hamka sambil membawa bungkusan untuk menyetrum jika tak mau mengaku. Polisi tersebut berdoa sambil menangis supaya Hamka selamat karena tahu tidak bersalah. Mereka menyadari kekeliruannya.

Tanggal 8 April 1964, Hamka dan Ghazali Shahlan dipindahkan ke Cimacan Bogor. Dari pernyataannya, Ghazali ternyata pernah disiksa, ditendang, dipukul, dan disetrum selama pemeriksaan di Sukabumi supaya mengaku. Dua hari kemudian mereka dipindahkan ke Vila Harjuna milik seorang perwira polisi. Di sana mereka diserahterimakan sebagai tahanan DEPAK. Pemeriksa DEPAK menanyai Hamka tentang keterlibatannya dalam gerakan subversif di Pontianak dan materi kuliahnya di IAIN Ciputat.

Sebenarnya, peristiwa pertama adalah undangan Konferensi Muhammadiyah yang tidak dapat dihadiri karena di Pontianak malah sakit. Kedua adalah soal dakwah, jawaban Hamka dibuat secara tertulis.

Kondisi di vila sangat sepi sehingga pada 15 Juni 1964 Hamka meminta pindah kembali ke Sukabumi. Tetapi, akhirnya Hamka dipindahkan ke Markas Brimob Megamendung.

Selanjutnya, 24 Juli 1964, Hamka menandatangani berkas-berkas acara pemeriksaan dan menjalani hidup sebagai tahanan DEPAK yang ditempatkan di asrama Brimob Megamendung. Namun penyakit ambeiennya kambuh sehingga dilaporkan ke sekolah angkatan kepolisian Sukabumi dan akhirnya keluarganya diminta menjemput.

Pada 8 Agustus 1964, Hamka dibawa ke RS Persahabatan Rawamangun dengan status sebagai tahanan DEPAK. Hamka masih menjalani tahanan di rumah sakit atas rekomendasi dokter yang tak boleh memindahkan Hamka te tempat lain.

Akhirnya Hamka pulang ke rumahnya di Jalan Raden Fatah pada 22 Januari 1966. Mulai 1 Februari 1966, Hamka menjalani status tahanan rumah di rumahnya sendiri selama dua bulan, disusul dengan status tahanan kota dua bulan hingga dibebaskan pada 1 Juli 1966.

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Simak breaking news Sukabumi dan sekitarnya langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita SukabumiUpdate.com WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaXv5ii0LKZ6hTzB9V2W. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Berita Terkait
Berita Terkini
Sukabumi22 November 2024, 08:36 WIB

Pohon Duku 12 Meter Tumbang Rusak Rumah Warga Nagrak Sukabumi

Dampak hujan deras, pohon duku setinggi 12 meter tumbang rusak rumah warga di Nagrak Sukabumi.
Kondisi rumah yang tertimpa pohon duku tumbang di Desa Pawenang, Nagrak Sukabumi, Kamis, 21 November 2024 | Foto : P2BK Nagrak
Sehat22 November 2024, 08:00 WIB

13 Manfaat Petai untuk Kesehatan: Kunci Jantung Sehat dan Tubuh Bugar

Meski sering dikeluhkan karena baunya yang menyengat, petai ternyata memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Apa saja manfaatnya? Yuk, simak penjelasannya!
Ilustrasi manfaat petai untuk kesehatan (Sumber : pexels.com/@STUDIO LIMA)
Food & Travel22 November 2024, 08:00 WIB

Resep Scrambled Egg Toast, Roti Panggang Telur Creamy yang Simpel Dibuat

Scrambled Egg Toast sangat populer sebagai menu sarapan karena praktis, lezat, dan kaya protein.
Ilustrasi. Scramble Egg Toast. (Sumber : Freepik/Timolina)
Sukabumi22 November 2024, 07:56 WIB

Sekda Ade Suryaman Hadiri Rapat Banggar DPRD Sukabumi

Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi, Ade Suryaman, menghadiri Rapat Kerja Gabungan Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Sukabumi
Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi Ade Suryaman dan Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Budi Azhar Mutawali | Foto : Dokpim
Sukabumi Memilih22 November 2024, 06:55 WIB

Adu Kekayaan Pasangan Cabup Cawabup Sukabumi, Siapa Paling Kaya?

Pilkada 2024 di Kabupaten Sukabumi akan diikuti oleh dua pasangan calon, mereka adalah Iyos Somantri - Zainul yang diusulkan oleh koalisi 11 partai politik dan Asep Japar - Andreas yang diusulkan oleh koalisi 5 partai politik.
Pasangan calon Pilkada Kabupaten Sukabumi: Iyos Somantri-Zainul dan Asep Japar-Andreas | Foto : sukabumiupdate
Science22 November 2024, 06:00 WIB

Prakiraan Cuaca Jawa Barat 22 November 2024, Siang Hari Turun Hujan

Sebagian besar wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi dan sekitarnya diperkirakan mengalami cuaca hujan ringan dan berawan pada 22 November 2024.
Ilustrasi Hujan. Sebagian besar wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi dan sekitarnya diperkirakan mengalami cuaca hujan ringan dan berawan pada 22 November 2024. (Sumber : Pixabay)
Sukabumi Memilih21 November 2024, 22:29 WIB

Dukungan Istri, Dibalik Optimisme Asep Japar Menjemput Kemenangan Pilkada Sukabumi

Asep Japar, calon bupati Sukabumi nomor urut 2, melangkah dengan penuh semangat dalam menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Sukabumi
Asep Japar dan istri | Foto : Sukabumiupdate
Sehat21 November 2024, 21:00 WIB

7 Penyebab Gagal Jantung Sisi Kiri : Simak Diagnosis dan Cara Penanganannya

Gagal jantung sisi kiri terjadi ketika ventrikel kiri jantung tidak bisa memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh.
Ilustrasi gagal jantung sebelah kiri (Sumber : Freepik/@wayhomestudio)
Jawa Barat21 November 2024, 20:40 WIB

Gempa Beruntun Guncang Cianjur, Sejumlah Gedung Sekolah Dilaporkan Rusak

Gempa tektonik terjadi secara beruntun, Kamis 21 November 2024. Warga yang merasakan getaran gempa itu pun terbatas wilayahnya yaitu Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Gempabumi Cianjur, Kamis (21/11/2024) | Foto : Pixabay
Sukabumi21 November 2024, 20:18 WIB

Sempat Tertutup Longsor, Akses Ke Pondok Halimun dan Goalpara Sukabumi Kembali Normal

Dua bencana longsor terjadi dampak hujan deras di Kabupaten Sukabumi. Longsor dan pohon bambu tumbang di jalan menuju wisata Pondok Halimun di Kecamatan Sukabumi, dan longsor di jalan Cisarua - Goalpara, Kecamatan Sukaraja.
Longsor di Jalan Pondok Halimun, Kecamatan Sukabumi | Foto : Istimewa