SUKABUMIUPDATE.com - Sedikitnya ada 6 permasalahan yang diterima Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI, dari banyak laporan warga soal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Banyak modus yang digunakan untuk meluluskan siswa ke sekolah tujuan, mulai dari tipu-tipu prestasi, alamat palsu hingga menggunakan jasa preman dengan ancaman tertentu.
Hal ini diungkap Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji yang terus menyuarakan desa agar ada perubahan pada sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Menurut catatannya, permasalahan PPDB terus berulang dan tak kunjung dibenahi.
Melansir tempo.co, tahun 2024 ini, JPPI menerima pengaduan penyimpangan PPDB dengan modus baru. "Ternyata ada juga yang mengadu PPDB lewat jalur preman," kata Ubaid Selasa, (25/6/2024).
Menurutnya, jalur preman untuk PPDB 2024 ini dilaporkan dari Bogor dan Banten. Jadi ada keluarga dari salah satu calon peserta didik menggunakan jasa titipan melalui orang tidak dikenal yang diduga preman. Oknum itu mengenakan baju organisasi kemasyarakatan (ormas) itu disebut mengancam panitia PPDB.
"Mereka melakukan aksi ancaman jika beberapa calon peserta didik yang dititipkan tak diluluskan," kata Ubaid.
Selain itu, JPPI menerima 162 laporan pengaduan dan pemantauan lain per 20 Juni 2024. Masalah yang dilaporkan tak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu; Tipu-tipu nilai di jalur prestasi sebanyak 42 persen; Alamat palsu atau manipulasi kartu keluarga di jalur zonasi sebanyak 21 persen; Mutasi sebanyak 7 persen; ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi sebanyak 11 persen dan dugaan gratifikasi sebanyak 19 persen
Untuk dugaan gratifikasi lanjut Ubaid dilakukan lewat jual beli kursi dan jasa titipan orang dalam. Angkanya mulai dari Rp2 juta - Rp 25 juta di berbagai daerah. Selain itu ia juga mengatakan sistem PPDB juga membingungkan orang tua, karena calon peserta didik yang ikut jalur sesuai aturan seperti zonasi tetap tidak diterima.
"Yang ikut jalur zonasi, ternyata gagal meski jarak rumah dekat dengan sekolah," ucapnya.
“Begitupun dengan jalur prestasi. Sebagai contoh, calon peserta didik yang mendaftar di salah satu SMA di Kota Palembang. Sekolah itu diduga melakukan praktik maladministrasi,” bebernya.
JPPI khawatir dampak dari sistem PPDB ini anak jadi tidak sekolah (ATS). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS tahun 2023, jumlah ATS masih ditemukan setiap tahun.
Baca Juga: Logo dan Tema HUT RI ke-79, Apa Makna Dibaliknya?
Anak yang seharusnya duduk di bangku SD, tapi tidak bersekolah sebanyak 0,67 persen. Di bangku SMP sebanyak 6,93 persen, dan SMA/SMK sebanyak 21,61 persen. Berdasarkan data itu, JPPI mengakumulasi ada 3 juta lebih anak yang tidak sekolah dan putus sekolah.
Oleh karena itu, Ubaid mengimbau pemerintah agar mengubah sistem PPDB. Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan PPDB 2024 juga sebaiknya melibatkan masyarakat sipil.
Sumber: Tempo.co