SUKABUMIUPDATE.com - Fenomena judi online kini sedang marak di kalangan masyarakat Indonesia, dengan berbagai faktor yang mendorong peningkatannya. Judi online mencakup berbagai bentuk permainan yang dilakukan melalui internet.
Perjudian online juga dapat diakses dengan mudah melalui smartphone dan internet, sehingga memungkinkan siapa saja untuk bermain kapanpun dan dimanapun.
Dampak dari judi online sangat merugikan secara ekonomi, psikologis, sosial, dan hukum. Oleh karena itu, upaya penanggulangan melalui edukasi, penegakan hukum, dan dukungan untuk pecandu sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Mengutip Tempo.co, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengimbau masyarakat agar tidak tergiur permainan judi daring atau judi online.
Pasalnya, menurut dia, bukan keuntungan yang diraih, tetapi justru kekalahan dipastikan akan datang.
“Jadi, boleh dikatakan ikut judi, judi online ini dipastikan kalah, karena sudah di-setting (diatur kalah oleh bandar judi),” kata Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat, 27 Januari 2023, seperti dikutip dari Antara.
Berikut ini penjelasan kenapa selalu kalah main judi online hingga rugi ratusan juta. Ketahui cara kerja permainannya yang merugikan.
Kenapa Selalu Kalah Main Judi Online?
Lektor kepala psikologi di Wesleyan University, Connecticut, Amerika Serikat, Mike Robinson mengatakan permainan judi slot sudah diatur sedemikian rupa agar bandarnya selalu untung, sedangkan pemainnya jarang sekali menang.
Selama beberapa dekade terakhir, kasino dan produsen gim (game) secara signifikan telah meningkatkan fungsi mesin slot, menghentikan penggunaan mesin mekanis tradisional yang lama, dan menggantinya dengan versi elektronik.
Permainan terkomputerisasi itu hadir dengan lampu warna-warni yang lebih menarik dan dipasangi berbagai audio.
Para bandar juga mulai menghadirkan lebih banyak video pendek yang merepresentasikan era baru mesin taruhan yang disebut sebagai multi-line atau kumpulan baris.
Tersedianya beberapa baris itu memungkinkan pemain memasang banyak taruhan dalam setiap putaran, sering kali hingga lebih dari 20 taruhan.
Meskipun setiap nilai taruhan menjadi lebih kecil, tetapi banyak pemain yang memutuskan memasang taruhan maksimum pada setiap putaran multi-line. Artinya, seorang pemain judi online bisa menang di beberapa baris dan kalah di baris lainnya.
Ketika individu menang di beberapa baris, tetapi kalah di baris lainnya, sebenarnya dia sedang mengalami fenomena yang dikenal sebagai “kekalahan yang disamarkan sebagai kemenangan”. Setiap mengalami kekalahan, mesin slot akan tetap menampilkan cahaya dan suara yang menambah efek kesenangan bagi para pemainnya.
Penyebab Orang Masih Suka Main Judi Online Meski Sering Kalah
Selain menambah efek suara, gemerlap lampu-lampu, dan video, bandar judi slot juga mengatur agar susunan baris taruhan berhenti tepat sebelum berbaris sejajar. Kondisi yang disebut sebagai fenomena “nyaris menang” itu memengaruhi cara otak dalam merespons.
Taktik “nyaris menang” itu membangkitkan keinginan seseorang untuk terus bermain, sehingga menjadi kecanduan. Tak hanya dapat ditemukan di judi online, efek serupa juga dapat dijumpai pada orang yang ketergantungan dengan gim di ponsel, seperti pada Candy Crush.
Strategi “nyaris menang” tersebut juga dinilai lebih menggairahkan meskipun lebih membuat pemainnya merasa frustasi.
Namun, konsep hampir menang justru mampu menjadi pemicu lebih besar bagi penjudi untuk terus mencoba, dengan harapan tak lagi kalah di kesempatan berikutnya.
Peluang Kecil untuk Menang
Sementara itu, Kepala Subdirektorat (Kasubdit) I Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Kombes Pol Reinhard Hutagaol mengungkapkan pemain judi online hanya memiliki peluang menang sebesar 20 persen. Oleh karena itu, permainan judi slot tidak menjanjikan kekayaan.
“Kemenangan itu hanya 20 persen. Jadi, kalau berharap dan bermimpi main judi online bisa kaya, itu salah sama sekali,” ucap Reinhard di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat, 27 Januari 2023.
Sumber: Tempo.co (Melynda Dwi Puspita)