SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah buka suara soal rencana pemberian bantuan sosial atau bansos bagi pelaku judi online yang diwacanakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. "Iya kalau itu saya ikuti pendapat publik saja," ujar Menteri Ida saat ditemui setelah salat Idul Adha 1445 Hijriah di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Senin (17/6/2024).
Mengutip tempo.co, menurut Ida, di satu sisi mereka memang bisa jatuh miskin yang tentunya berhak mendapat bansos. Namun, di sisi lain ada pendapat masyarakat bahwa pelaku judi online lalu mendapat uang dan menjadi 'tuman' alias gemar karena kebiasan mendapat enak. "Saya kira itu ranahnya Kementerian Sosial (Kemensos) menghitung manfaat dan mudaratnya," kata Ida.
Ida menegaskan pihaknya bersikap terbuka saja ketika pelaku judi online dinilai sangat membutuhkan uang karena merugi. "Sebenarnya masyarakat bisa menilai siapa saja yang membutuhkan. Apakah (pekerja) yang menjadi pelaku dan korban judi online atau lain. Kami sangat terbuka," ujarnya.
Baca Juga: Tolak Wacana Korban Judi Online Jadi Penerima Bansos, MUI: Itu Pilihan Hidup Pelakunya
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) sebelumnya menyatakan menolak gagasan pemerintah untuk memberi bansos bagi pelaku judi online. Menurut Fitra, pemberian bansos bagi pelaku judi online sama saja dengan merelakan uang negara untuk mensubsidi penjudi. Akibatnya, keuangan negara dirugikan karena dibuat untuk berjudi sekaligus jumlah penjudi berpotensi meningkat.
“Bansos tersebut bisa memicu kenaikan penjudi baru karena dampaknya ditanggung negara,” ujar Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Gurnadi Ridwan saat dihubungi Tempo pada Minggu, 16 Juni 2024.
Selain itu, ujar Gurnadi, pemberian bansos untuk penjudi berpotensi memicu kecemburuan, khususnya masyarakat kelas ekonomi menengah-bawah yang sebelumnya tidak mendapatkan dana bansos.
Kendati ada proses seleksi untuk memilih keluarga penjudi yang dimasukkan ke Daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sebagai data awal untuk mendapatkan bansos, tetap saja tidak ada jaminan uang bansos tersebut tidak akan digunakan untuk modal berjudi.
Penambahan kriteria keluarga penjudi sebagai kelompok penerima bansos juga berarti berpotensi menyebabkan jumlah sasaran penerima bansos bertambah. Artinya, anggaran akan membengkak dan berpotensi menggerus alokasi anggaran untuk layanan publik lainnya seperti kesehatan dan pembangunan. Padahal, anggaran bansos pada 2024 saja sudah mencapai Rp 152,30 triliun.
Gurnadi menilai dana bansos untuk keluarga penjudi online bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kebijakan bansos untuk penjudi, menurut Gurnadi, juga melanggar Pasal 426 ayat (1) b dan c Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Hukum jelas melarang judi,“ ujar Gurnadi. Karena itu tidak tepat jika penjudi online justru menjadi penerima bansos.
Alih-alih memberikan bansos untuk penjudi, Gurnadi menilai pemerintah lebih baik membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyelesaikan akar permasalahan kemiskinan. Hal itu pun bakal mengurangi pelaku judi online. Sebab kondisi perekonomian yang sulit karena tidak adanya lapangan pekerjaan adalah salah satu penyebab masyarakat mudah tergiur oleh iklan judi.
Sumber: Tempo.co