SUKABUMIUPDATE.com - Partai buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar unjuk rasa di depan istana negara pada pukul 10.00 WIB, Kamis 6 Juni 2024. Isu utama buruh menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, atau Tapera.
Rencana aksi ini sudah disampaikan Partai buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) beberapa hari sebelumnya. Melansir tempo.co, Partai Buruh mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, karena lewat aturan ini pemerintah akan memungut iuran 3 persen dari gaji pekerja di atas UMR.
Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan para buruh akan berunjuk rasa untuk menyatakan penolakan terhadap PP Tapera itu. Rencananya demonstrasi itu akan dimulai dari Balai Kota.
“Selain itu, buruh akan menyuarakan tuntutan untuk mencabut PP tentang program Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, menolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal, mencabut omnibus law UU Cipta Kerja, dan Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM),” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu 5 Juni 2024.
Selain aksi unjuk rasa, Partai Buruh dan KSPI dalam waktu dekat akan mengajukan judicial review UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi dan judicial review PP Tapera ke Mahkamah Agung. Sebelumnya, Said Iqbal mengatakan setidaknya ada enam alasan PP Tapera ini mesti dicabut. Dia mengatakan potongan gaji untuk iuran 3 persen dari upah buruh tak akan menjamin kalangan pekerja memiliki rumah.
“Dalam 10 hingga 20 tahun kepesertaannya, buruh tidak akan bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi,” kata Said Iqbal.
Selain itu, Said Iqbal mengatakan PP Tapera ini justru menunjukkan pemerintah lepas tanggung jawab untuk memberikan jaminan perumahan bagi masyarakat. Dia menyebut dalam aturan itu tak ada klausul yang mengatakan pemerintah ikut membayar iuran untuk Tapera.
“Iuran hanya dibayar oleh buruh dan pengusaha saja, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD yang disisihkan oleh pemerintah untuk Tapera. Dengan demikian, Pemerintah lepas dari tanggung jawabnya,” kata dia.
Tak hanya itu, Said Iqbal juga menuding PP Tapera ini justru membebani biaya hidup para buruh. Di tengah daya beli buruh yang turun hingga 30 persen dan upah minimum rendah, dia mengatakan iuran Tapera akan memperparah kondisi buruh.
Dikawal Ribuan Personel Keamanan.
Masih dari tempo.co, untuk mengawal aksi tersebut, Polri menerjunkan 1.626 personel. Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro menegaskan, seluruh personel yang terlibat dalam pengamanan tidak dibekali senjata api.
Susatyo menyebut, peserta unjuk rasa yang dilaporkan sekitar 500 orang. "Apabila jumlah massa dan eskalasi meningkatkan maka diadakan penutupan jalan," ujarnya kepada Tempo, Kamis, 6 Juni 2024. Di antara rencana rekayasa lalu lintas yang disiapkan adalah penutupan jalan di traffic light Harmoni, Jl. Merdeka Barat; Jl. Perwira, Jl. Merdeka Utara , Jl. Abdul Muis dan Jl. Merdeka Selatan, traffic light Sarinah.
Baca Juga: Sering Jadi Sasaran Amuk Geng Motor, Warga Lingkar Selatan Sukabumi Was was
Aksi yang digelar kalangan buruh dan pekerja ini untuk menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat; penolakan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BJS Kesehatan dan aturan tentang outsoursing pekerja.
Menurut Susatyo, penyampaian pendapat di muka umum adalah hak setiap warga negara, sebagaimana telah diatur oleh undang-undang. Namun dalam menyampaikan pendapat itu tentu harus memperhatikan hak-hak masyarakat lain.
Sumber: Tempo.co