SUKABUMIUPDATE.com - Puluhan wartawan Sukabumi turut melakukan protes terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang dianggap dapat mempersempit ruang gerak jurnalis. Aksi digelar di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Rabu (22/5/2024).
Aksi yang diinisiasi oleh tiga organisasi profesi wartawan, yakni Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sukabumi Raya, Persatuan Wartawan Infonesia (PWI) Kota Sukabumi serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) regional Sukabumi.
Sebagai informasi, draf Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tertanggal 27 Maret 2024 tentang Penyiaran atau RUU Penyiaran tertanggal 27 Maret 2024 itu menuai polemik, karena ada pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers.
Beberapa pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Kemudian revisi UU Penyiaran juga berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI dengan Dewan Pers soal sengketa jurnalistik.
Berikut ini pasal-pasal (dari jumlah total 149 Pasal) yang dianggap akan menimbulkan masalah, seperti dikutip dari tempo.co.
Baca Juga: Dewan Pers: RUU Penyiaran Tak Sesuai Hak Warga Negara, Bikin Tak Merdeka
Berikut pasal-pasal bermasalah dalam darf RUU Penyiaran:
1. Pasal 8A huruf (q)
Dalam Pasal 8A huruf (q) darf Revisi UU Penyiaran, disebutkan bahwa KPI dalam menjalankan tugas berwenang menyelesaikan sengketa jurnalnalistik khusus di bidang penyiaran. Hal ini terjadi tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers yang menyebut bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.
"Menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang Penyiaran," bunyi Pasal 8A huruf (q) darf Revisi UU Penyiaran.
2. Pasal 42 ayat 2
Serupa Pasal 8A huruf q, pasal 42 ayat 2 juga menyebut bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI. Sedangkan berdasarkan UU Pers, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan pers.
“Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 42 ayat 2 darf Revisi UU Penyiaran.
3. Pasal 50 B ayat 2 huruf (c)
Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) menjadi pasal yang paling disorot lantaran memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Berikut bunyi pasal 50 B ayat 2 huruf (c) tersebut:
“Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:...(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi."
4. Pasal 50B ayat 2 huruf (k)
Di kala banyak pihak meminta agar "Pasal Karet" dalam UU ITE diubah karena banyak digunakan untuk menjebloskan seseorang ke dalam penjara dengan dalih pencemaran nama baik, draf revisi UU Penyiaran justru memuat aturan serupa. Sebagaimana dimuat dalam Pasal 50B ayat 2 huruf (k), dilarang membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.
“Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme," bunyi beleid tersebut.
5. Pasal 51 huruf E
Selain Pasal 8A huruf (q) dan pasal 42 ayat 2, Pasal 51 huruf E juga tumpang tindih dengan UU Pers. Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan.
“Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 51 huruf E.