SUKABUMIUPDATE.com - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman, menyebut dokumenter Dirty Vote merupakan film yang kontennya bersifat asumsi dan berisi fitnah.
Hal itu disampaikan Habiburokhman di Media Center Prabowo-Gibran, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (11/2/2024).
Habiburokhman menduga film yang mengungkap adanya dugaan serangkaian kecurangan Pemilu 2024 itu sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah," kata dia dikutip dari suara.com.
Baca Juga: Link Nonton Dirty Vote, Film yang Mengungkap Dugaan Kecurangan Pemilu 2024
Meski begitu dia meyakini masyarakat tidak akan terpengaruh lantaran berdasar survei mayoritas publik telah memahami kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Rakyat tahu pihak mana yang sebenarnya melakukan kecurangan dan pihak mana yang mendapatkan dukungan sebagian besar rakyat karena program dan rekam jejak yang berpihak kepada rakyat," ujarnya.
"Jadi tindakan mereka menyampaikan informasi yang tidak argumentatif, tendensius, untuk menyudutkan pihak tertentu, berseberangan dengan sikap sebagian besar rakyat. Saat ini saya lihat rakyat begitu antusias dengan apa yang disampaikan Pak Prabowo soal melanjutkan segala capaian pemerintahan yang ada sekarang ya," tambahnya.
Atas hal itu, Habiburokhman mengimbau kepada masyarakat untuk tenang dan tidak terpancing provokasi.
"Kami menyarankan kepada rakyat untuk tetap tenang," pintanya.
Film Garapan Dandhy Laksono
Film dokumenter eksplanatori Dirty Vote yang digarap sutradara Dandhy Dwi Laksono tersebut resmi dirilis Minggu (11/2/2024) hari ini.
Dalam film tersebut, tiga pakar hukum tata negara yaitu Zainal Arifin, Bivitri, dan Feri Amsari berperan menerangkan bagaimana berbagai instrumen kekuasaan digunakan untuk tujuan memenangkan Pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.
Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni diterangkannya telah dilakukan penguasa demi mempertahankan status quo.
Dirty Vote merupakan film keempat yang disutradarai Dandhy yang mengambil momentum Pemilu. Pada 2014 Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film “Ketujuh”, masa itu dimana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.
Selanjutnya 2017, Dandhy menyutradarai “Jakarta Unfair” tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta. Dua tahun kemudian, Film Sexy Killers tembus 20 juta penonton di masa tenang pemilu 2019. Sexy killers membongkar jaringan oligarki bercokol pada kedua pasangan calon yang berlaga saat itu, Jokowi – Maruf Amin versus Prabowo-Hatta.
Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO. Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.
Adapun 20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
SUMBER: SUARA.COM