SUKABUMIUPDATE.com - Para mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan pesan moral kepada Presiden Joko Widodo dan para penyelenggara negara untuk kembali berpegang teguh kepada standar moral dan etika dalam menjalankan amanah yang diemban.
Mengutip tempo.co, Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Basaria Panjaitan berkata pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan rule of law seharusnya terinternalisasi dalam setiap langkah dan gerak penyelenggara negara. Sayangnya, makin sering ditinggalkan.
"Menyikapi perkembangan situasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada kurun waktu akhir-akhir ini seakan-akan telah kehilangan kompas moral dan etika," kata Basaria Panjaitan di Gedung Lama KPK Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024.
Baca Juga: Tanggapi Putusan DKPP ke KPU, TKN Sebut Pendaftaran Prabowo-Gibran Tetap Sah
Menurutnya, sifat kenegarawanan dan keteladanan seharusnya dapat ditunjukkan oleh seorang presiden atau kepala negara. Apalagi dalam masa-masa kontestasi Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
Dia mengatakan bukti dari hilangnya kompas moral, etika, dan hukum dalam berbangsa dan bernegara telah terlihat nyata dalam berbagai parameter dan penilaian yang diterbitkan lembaga-lembaga internasional.
Basaria Panjaitan mengungkapkan menurunnya skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia dalam empat tahun terakhir menjadi salah satu bukti hilangnya kompas moral, etika, dan hukum.
"Pada 2019 skornya mencapai 40 dan turun drastis menjadi skor 34, pada 2022 dan 2023 bahkan menempati ranking 115 dari semua negara yang disurvei," ujarnya.
Bukti lainnya, kata dia, tidak bergeraknya Index Negara Hukum (Rule of Law Index) yang dikeluarkan oleh World Justice Project yang hanya mencapai nilai 0,53 (dari skala 0 sampai dengan 1) di 2023. "Jadi masih sangat jauh dari nilai ideal indeks negara hukum," ucapnya.
Baca Juga: Buntut Pelanggaran Etik KPU, Mencuat Desakan Diskualifikasi Gibran sebagai Cawapres
Tidak hanya itu, The Economist Intelligence Unit menempatkan Indonesia sebagai negara Demokrasi Cacat atau flawed democracy, serta Varieties of Democracy Project melaporkan pada 2023 Indonesia hanya mencapai skor 25, dan menggambarkan Indonesia sebagai negara dengan praktik “Kartel Partai Politik”. Alasannya karena maraknya bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik dengan akuntabilitas yang sangat kurang pada pemilih (extensive power-sharing among parties and limited accountability to voters).
"Oleh karena itu, kami, pimpinan KPK periode 2003-2019, menyerukan pesan moral kepada presiden dan seluruh penyelenggara negara untuk melaksanakan panca-laku," katanya.
Adapun panca laku yang dimaksud, yaitu (1) memperkuat agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi sekaligus menjadi teladan (role model) dalam menjalankan sikap dan perilaku anti korupsi; (2) menghindari segala benturan kepentingan (conflict of interest). Sebab, benturan kepentingan adalah akar dan langkah awal untuk menuju praktik korupsi.
Baca Juga: Hadiri Musrenbang RKPD 2025 Kecamatan Sagaranten Sukabumi, Ini Kata Budi Azhar
Berikutnya, (3) memperbaiki tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), khususnya tata kelola penyaluran bantuan sosial berdasarkan daftar penerima bantuan sosial yang sah, sesuai nama dan alamat (by name-by address). Pasalnya, tata kelola bantuan sosial (bansos) akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dilakukan dalam rentang waktu menjelang dilaksanakannya Pemilu dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip good governance.
Selanjutnya, (4) kepada para penyelenggara negara, khususnya aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan) dan TNI diharapkan selalu bersikap imparsial, adil, dan tidak berpihak untuk memenangkan calon presiden/calon wakil presiden/calon legislatif tertentu; serta (5) menjamin tegaknya hukum (rule of law) dan bukan rule by law.
Sumber : Tempo.co