SUKABUMIUPDATE.com - Dalam debat cawapres ke-4 pada Minggu, 21 Januari 2024, calon wakil presiden Mahfud Md menyinggung soal food estate saat menyampaikan visi misinya. Food estate yang merupakan proyek pemerintah berskala besar untuk mengolah jutaan hektare lahan di Indonesia menjadi lahan pertanian dinilai gagal oleh Mahfud Md karena merusak lingkungan.
Dilansir dari kominfo.jatimprov.go.id lewat tempo.co, Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Muryani Dra Ec MSi, menjelaskan program Food Estate dapat mengatasi permasalahan ketahanan pangan. Food Estate adalah konsep pertanian skala besar seluas 25 hektare yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan, organisasi dan manajemen modern. Adanya program food estate sebagai upaya mencapai ketahanan pangan memerlukan perhatian pemerintah mengingat dampak yang ditimbulkannya.
Kendati demikian, Profesor Mulyani juga mengungkapkan bahwa program food estate tidak hanya berpotensi mencapai ketahanan pangan, tetapi juga merusak lahan di masa depan. Sebab, program ini memerlukan pembukaan hutan konservasi dan lahan gambut dalam skala besar.
Pembukaan lahan itu kata Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, membutuhkan buruh tani untuk menggarap lahan tersebut, "Persoalan pertanian seperti isu food estate ini petani tetap saja tidak jadi pemilik lahan, mereka tetap menggarap yang bukan lahannya. Belum lagi food estate ini rata-rata di luar Pulau Jawa yang seringkali harus mendatangkan petani dari Jawa,” kata Eliza.
Melansir jurnal Holistic: Journal of Tropical and Agriculture Science berjudul “Analisis Implementasi Program Food Estate Sebagai Solusi Ketahanan Pangan Indonesia” karya Alsafana Rasman dan kawan-kawan, pembangunan food estate telah dimulai pada tahun 2010, kemudian dilanjutkan pada tahun 2021 dan 2022, dengan prioritas diberikan kepada Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara. Konsep pengembangan sektor pangan juga merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan mendiversifikasi perekonomian, terutama dengan meningkatkan kontribusi pembangunan manufaktur dan pertanian.
5 lokasi food estate di Indonesia:
1. Merauke, Papua
Proyek pembangunan pertanian Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang dilaksanakan pada tahun 2010 oleh pemerintah ini punya tujuan Papua dapat mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Dengan luas lahan sebesar 1.200.000 hektare dan komoditas padi, jagung, kedelai dan tebu, program ini dinyatakan gagal karena beberapa faktor.
Program ini disebut-sebut minum dukungan dari warga setempat. Alasannya, perencanaan yang tidak memperhatikan kepentingan dan hak-hak masyarakat asli Papua yang tinggal di wilayah tersebut. Selain itu, sebagian besar lahan di wilayah ini juga merupakan lahan gambut yang tidak cocok untuk pertanian padi maupun sayur-sayuran. Adanya kendala dalam mengelola sumber daya manusia serta munculnya konflik tenaga kerja juga menjadi faktor gagalnya program ini.
2. Bulungan, Kalimantan Utara
Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia mendirikan food estate bernama Delta Kayan Food Estate (DeKaFe) di Bulungan, Kalimantan Utara. DeKaFe bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan di Indonesia melalui pengembangan perkebunan pertanian yang terintegrasi dengan industri pengolahan pangan.
Luas lahan dari proyek ini yaitu sebesar 50.000 hektare dengan beras, kedelai, dan jagung sebagai komoditas utama, serta kopi, kelapa sawit, cabai, cokelat, kelapa dan karet sebagai sub komoditas. Proyek ini dinyatakan gagal karena berbagai alasan, yaitu ketidaksesuaian lahan untuk pertanian, tidak cocok untuk daerah irigasi dan rawan banjir.
Sebagian besar lahan yang digunakan terletak di daerah pertanian yang telah terdegradasi dan tidak mempunyai kualitas baik untuk pertanian. Selain itu, kepemimpinan yang lemah dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengumpulkan dana yang cukup untuk menutupi kebutuhan proyek ini juga menjadi faktor gagalnya proyek.
3. Kalimantan Tengah
Program food estate Kalimantan Tengah yang dilaksanakan tahun 2020 di bekas proyek lahan gambut seluas 30.000 hektare dengan komoditas padi dinyatakan gagal.
Hal tersebut dikarenakan berbagai hal, di antaranya perubahan pola tanam yang dipaksakan menyebabkan gagal panen dan hasil produksi yang buruk untuk periode selanjutnya, gagalnya penerapan kegiatan skema ekstensifikasi di kawasan pertanian, belum siapnya lahan yang dibuka oleh pemerintah untuk ditanam, serta minimnya pelibatan masyarakat sekitar terkait pembangunan tersebut.
4. Gunung Mas
Program food estate berupa hutan produksi seluas 31.000 hektare yang dimulai pada tahun 2021 di kawasan Gunung Mas dengan komoditas gandum dan singkong dinyatakan gagal akrena beebrapa faktor, yaitu belum adanya skema pembebasan lahan milik masyarakat, kurang optimalnya perencanaan program perkebunan singkong, kurangnya informasi dan kajian yang menyeluruh soal lingkungan setempat, dan tidak adanya koordinasi yang dilakukan antara Kementerian Pertahanan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah.
Baca Juga: Debat Cawapres: Mahfud MD Sebut Food Estate Gagal dan Merusak Lingkungan
5. Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara
Program food estate yang dimulai tahun 2021 di kawasan-kawasan tersebut dalam bentuk Lahan Agrikultural Kentang dengan bawang merah dan bawang putih sebagai komoditas juga dinyatakan gagal karena kondisi aksesbilitas menuju kawasan food estate yang terbilang curam sehingga berbahaya saat musim hujan.
Selain itu, para petani di kawasan tersebut juga tidak dilibatkan dalam proses pengembangannya, dan adanya praktik mekanisme pertanian yang dilandasi investasi hingga berdampak pada laju deforestasi.
Sumber: Tempo.co