SUKABUMIUPDATE.com - Ketua BEM UGM UGM Gielbran Muhammad Noor yang memimpin aksi kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku mendapatkan intimidasi.
Diketahui, sebelumnya BEM UGM pada 8 Desember menggelar aksi mimbar bebas yang disertai pemasangan baliho besar bergambar Presiden Jokowi dengan judul 'Jokowi Alumnus Paling Memalukan' yang dipasang di Bundaran UGM.
Seperti dilansir tempoo.co, Gielbran mengatakan bahwa yang paling keras yaitu bentuk intimidasi dimana ada oknum mengaku intel datang ke fakultas. Intel tersebut datang ke dekanat untuk meminta biodata diri dirinya. Ia juga menyebut keluarganya terkena doxing.
Selain itu, terdapat pula penyebaran selebaran poster yang mencemarkan nama baik Gielbran dengan narasi bahwa aksinya dikendalikan oleh kepentingan politik.
Poster tersebut beredar di daerah Kabupaten Sleman dan menyatakan bahwa orang tua Gielbran merupakan calon legislatif atau caleg dari partai politik yang berseberangan dengan pemerintahan Jokowi. Gielbran menegaskan bahwa orang tuanya tidak memiliki afiliasi dengan partai politik manapun, dan ia memilih untuk merespons isu tersebut dengan sikap santai terhadap serangan anonim tersebut.
Baca Juga: Berlibur Tahun Baru di Geopark Ciletuh Sukabumi, Perhatikan Hal-hal Penting Ini
"Kami sayangkan aksi aksi intimidasi seperti itu. Intimidasi itu tidak akan membuat kami takut bersuara," kata Gielbran.
Meskipun menghadapi intimidasi, Gielbran menyatakan bahwa ia menerima dukungan moral yang signifikan dari berbagai pihak, terutama dari mahasiswa dan dosen di UGM.
Ia menjelaskan bahwa setiap aksi yang dilakukan bersama BEM UGM merupakan bagian dari gerakan murni untuk mengkritisi kepemimpinan Presiden Jokowi yang dianggap semakin menyimpang.
Beberapa isu yang menjadi sorotan melibatkan putusan kontroversial di Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia calon presiden-wakil presiden, pelemahan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kebijakan yang dianggap tidak pro rakyat, seperti Undang-undang Cipta Kerja.
Gielbran menegaskan bahwa gerakan ini bertujuan untuk memicu kesadaran dan objektivitas mahasiswa terhadap persoalan yang tengah terjadi di Indonesia. "Gerakan yang kami lakukan untuk memantik gerakan-gerakan mahasiswa lain agar lebih peka dan objektif melihat persoalan yang sedang terjadi di negara ini," kata Gielbran.
Sumber : tempo.co