SUKABUMIUPDATE.com - Untuk mencegah kebocoran Data Pemilih Tetap (DPT) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) terulang kembali, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menutup Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih).
"Saat ini akun pengguna Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) telah di nonaktifkan, hal itu dilakukan sebagai bentuk penanganan peretasan lebih jauh lagi," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar dikutip dari tempo.co, Kamis (30/11/2023).
Dalam proses penutupan sistem, Adi Vivid mengatakan Polri menganalisis bocornya 252.327.304 data pemilih tetap Komisi Pemilihan Umun (KPU) oleh peretas dengan akun anonim bernama Jimbo di BreachForum yang diklaim berasal dari situs kpu.go.id.
"Dari hasil pengecekan Dittipidsiber Bareskrim Polri tengah melakukan pengecekan analisis, saat ini beberapa analisis sedang dijalankan seperti analisis log akses, analisis manajemen pengguna, dan analisis log lainnya yang diambil dari aplikasi maupun server yang digunakan untuk mengidentifikasi pelaku, jika benar melakukan peretasan terhadap Sistem Informasi Data Pemilih," ujar Adi Vivid.
Baca Juga: 200 Juta Lebih Data DPT KPU Diduga Bocor, Meliputi Nama hingga NIK Pemilih
Adi Vivid mengatakan Polri tengah berkoordinasi dengan KPU dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai langkah pengumpulan data dan bukti digital terkait dengan perlindungan dan pencegahan kebocoran data.
"Tentu Polri senantiasa bersama KPU dan BSSN, pihak pengembang, serta instansi terkait lainnya sedang menganalisa data-data dan bukti-bukti digital terkait informasi data breach tersebut untuk melindungi dan mencegah terjadinya penyebaran data pemilih tersebut kembali," katanya.
Sebelumnya, dugaan kebocoran data sudah diketahui oleh tim penyidik dari hasil patroli siber yang dilakukan oleh Tim Computer Security Incident Response Team (CSIRT). "Polri sedang menyelidiki kasus dugaan kebocoran Data Pemilih Tetap (DPT) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU), dugaan kebocoran data tersebut sudah diketahui tim penyidik dari hasil patroli siber," kata Adi Vivid.
Kebocoran ini diduga terjadi pada data pendaftaran pemilih (voter registration database), yang telah ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap (electoral rolls) pada Juli 2023 lalu. Data kemungkinan bocor dari database Sistem Informasi Pendataan Pemilih (SIDALIH), yang digunakan untuk menyusun, melakukan pemutakhiran dan konsolidasi data pemilih.
Data yang bocor kemudian dijual seharga USD 74.000 yang terdiri atas NIK, NKK, Nomor KTP, Passport, nama, tempat pemungutan suara, status difabel, jenis kelamin, tanggal dan tempat lahir, status perkawinan, serta alamat.
SUMBER: TEMPO.CO