SUKABUMIUPDATE.com - Kemunculan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto mendapat banyak sorotan publik. Selain dikritisi soal polemik di Mahkamah Konstitusi juga soal kualitas dan pengalaman Gibran di pemerintahan yang dianggap belum memadai.
Sorotan terbaru muncul dari Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo yang mengkritis kinerja Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo, kritik kepada Gibran juga disampaikan oleh sejumlah Mahasiswa Yogya.
Melansir dari tempo.co, FX Hadi Rudyatmo mengatakan Wali Kota Gibran Rakabuming Raka berbohong soal 17 skala prioritas di kota itu. "Kader-kader PDI Perjuangan sekarang bangkit karena keculasan dan kebohongan," ujarnya saat ditemui di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 29 November 2023.
Baca Juga: Respon Putusan UMK 2024, SP TSK SPSI Sukabumi Sebut Pj Gubernur Sakiti Buruh
Pria yang karib disapa Rudy itu mengatakan, Gibran mengklaim membuat 17 skala prioritas menggunakan APBN dan CSR. "Skala prioritas itu dari mana uangnya wong dari luar negeri," ucapnya. Rudy membantah program-program itu merupakan skala prioritas, karena bukan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD.
Skala prioritas, menurut Rudy, merupakan buah pikiran Wali Kota sendiri yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, lantas dibahas dengan menggunakan Kebijakan Umum Anggaran atau KUA dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau PPAS. "Jadilah yang namanya perda APBD. Itu baru skala prioritas," ucapnya seperti dikutip tempo.co, Rabu (29/11/202).
Rudy meminta Gibran tidak membohongi rakyat dengan klaim skala prioritas. Dia mengatakan mengetahui kebohongan itu karena pernah menjadi Wali Kota Solo. "Kalau rakyat hanya disuguhi kebohongan-kebohongan terus, anak cucu kita mau makan apa di negeri sendiri," ujar Mantan Wali Kota Solo itu.
Baca Juga: 10 Buah Iblis Terkuat di One Piece, Gomu Gomu No Mi Punya Luffy Nomor Berapa?
Seperti diketahui, ada 17 prioritas pembangunan di Kota Solo yang pernah diucapkan oleh Gibran. Prioritas pembangunan itu meliputi pembangunan Masjid Sheikh Zayed, Islamic Center, elevated rail, revitalisasi Taman Balekambang, Solo Safari, revitalisasi Lokananta, revitalisasi Ngarsopuro dan koridor Gatot Subroto, serta revitalisasi Technopark.
Selain itu, ada pula revitalisasi pasar mebel, PLTSA Putri Cempo, revitalisasi Pasar Jongke, revitalisasi Puro Mangkunegaran, pembangunan Museum Culture of Technology, revitalisasi shelter Manahan, penataan kawasan kumuh Semanggi-Mojo, revitalisasi GOR indoor Manahan, dan revitalisasi Keraton Solo.
Gibran Cawapres Diklaim Wakili Anak Muda, Mimbar Mahasiswa Yogya: Kami Justru Jijik
Masih mengutip tempo.co, sejumalh aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM berbagai kampus menggelar aksi Mimbar Kerakyatan di depan Monumen Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta, Rabu 29 November 2023.
Baca Juga: Respon Putusan UMK 2024, SP TSK SPSI Sukabumi Sebut Pj Gubernur Sakiti Buruh
Mereka berasal antara lain dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, hingga Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM).
Dalam aksi itu para mahasiswa turut menyoroti majunya Gibran Rakabuming Raka selaku anak Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto.
Gibran yang lolos di tengah polemik putusan Mahkamah Kontitusi (MK) soal batas usia calon presiden dan wakil presiden lantas diklaim sebagai representasi anak muda dalam jalur politik.
"Kami jelas tidak mau, untuk seorang anak, yang bahkan anak seorang presiden itu diklaim perwakilan seluruh pemuda di Indonesia," kata Ketua BEM UGM Gielbran Mohammad di sela aksi.
Gielbran menuturkan sebagai bagian anak muda, dirinya justru tidak terima dengan narasi yang menyebut jika Wali Kota Solo itu telah merepresentasikan aspirasi suara pemuda.
Baca Juga: RSU Hermina Sukabumi Beri Edukasi Bijak Penggunaan Antibiotik, Ini Tujuannya
"Kami tidak terima atas klaim itu, sebagai anak muda kami justru merasa jijik," ujar Gielbran.
"Apa yang dijalankan Presiden Jokowi dengan Gibran itu bagi kami justru hal paling najis dalam sistem demokrasi yang kita anut," kata dia.
Majunya Gibran sebagai cawapres Prabowo, lanjut Gielbran, dinilai tak lebih dari praktek culas atas konstitusi. Melalui rekayasa di lembaga Mahkamah Konstitusi.
"Relasi Gibran-Jokowi dengan Anwar Usman (eks ketua MK) dan hakim hakim lain di MK yang sudah dinyatakan melanggar etik, itu merupakan bukti empiris yang tak bisa dibantah," kata dia.
"Yang menjadi pertanyaan justru kenapa (atas proses rekasaya konstitusi di MK) masyarakat tidak menyesaki jalanan dengan kemarahan?" imbuh dia.
Yang membuat kalangan mahasiswa jijik atas majunya Gibran, ujar Gielbran, sekarang jalanan di berbagai daerah dibanjiri dengan baliho-baliho ukuran besar namun dengan gagasan kecil.
Baca Juga: Pantai Pasir Putih Bakal Ditutup, Tenang! Ini 7 Pantai Sukabumi yang Tak Kalah Indah
"Jadi pemuda tetap bukan sebagai subyek, tapi tetap obyek dalam pemilu ini karena yang disasar mereka hanya jumlah suara saja," kata dia.
Gielbran menuturkan, praktek kekuasaan yang dijalankan Jokowi dan keluarganya melalui kontestasi pemilu presiden 2024 telah mengancam masa depan reformasi Indonesia.
"Meskipun reformasi masih seumur jagung, janganlah dimatikan," ujar dia.
Melki Sedek Huang selaku Ketua BEM UI ditemui di sela orasinya menuturkan majunya Gibran sama sekali tak memberi keuntungan bagi generasi muda.
"Putusan MK (soal batas usia) kemarin tidak memberikan keuntungan apa pun bagi pemuda, justru melahirkan persoalan baru," kata Melki.
Putusan MK soal batas usia yang diketok Anwar Usman tersebut dinilai Melki hanya mengubah batasan umur dan frasa pengalaman kepala daerah. Tidak memiliki keberpihakan apapun pada.kaum muda.
"Kalau MK (Anwar Usman) menilai kemudaaan itu dari angka usia, kenapa tidak sekalian memberi kesempatan usia 17 tahun saja bisa jadi calon wakil presiden?"
Baca Juga: UMK 2024 di Jabar Sudah Ditetapkan, Kota Sukabumi Naik Rp86.625
"Frasa kemudaan yang lantas ditambah pengalaman sebagai kepala daerah justru memperberat anak muda di bidang politik bakal butuh ongkos politik yang lebih berat," imbuh dia.
"Jadi putusan MK ini malah menambah beban panjang bagi generasi muda untuk berpartisipasi di bidang politik di masa mendatang."
Sumber : tempo.co