SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri saat ini sedang ramai dicari warganet usai resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Status Ketua KPK Firli Bahuri sebagai saksi naik menjadi tersangka kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian SYL sejak Rabu, 22 November 2023 pukul 19.00 WIB malam. Hal itu disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pil Ade Safri Simanjuntak.
Melihat karir pemerintahannya, sebelum menjadi tersangka kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian SYL, Firli Bahuri memiliki catatan kontroversi hingga prestasi. Ya, tak hanya kontroversi, Firli Bahuri juga banyak menuai prestasi dan penghargaan selama mengabdi.
Firli Bahuri dilantik sebagai Ketua KPK menggantikan Agus Rahardjo pada 21 November 2019. Sejak saat itu Firli Bahuri mengedepankan program mengoptimalkan penggunaan teknologi dan inovasi dalam penyelidikan dan penindakan korupsi.
Biodata dan Karir Firli Bahuri
Nama Firli Bahuri dalam beberapa waktu terakhir memang acap menarik perhatian publik. Ketua KPK sejak November 2019 itu dinilai kontroversial. Firli disebut banyak melakukan pelanggaran kode etik KPK.
Baca Juga: 13 Ciri Orang yang Bahagia Bersama dengan Kita, Terlihat dari Sikapnya
Terbaru, dia menjadi tersangka kasus pemerasan terhadap Eks Menteri Pertanian atau Mentan Syahrul Yasin Limpo terkait penanganan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.
Firli terpilih secara aklamasi sebagai Ketua KPK oleh Komisi III DPR pada September 2019 lalu. Firli bukan orang baru di KPK. Pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan pada 8 November 1963 ini ketika itu mengikuti seleksi calon pimpinan KPK.
Meski banyak penolakan, karena kontroversial, namanya tetap meluncur hingga 10 besar. Setelah terpilih, dia dilantik untuk masa jabatan hingga 2023.
Firli menempuh pendidikan di SDN Lontar Muara Jaya OKU, di SMP Bhakti Pengandonan OKU, dan di SMAN 3 Palembang. Setelah kelar sekolah wajib, Firli kemudian masuk ke Akademi Kepolisian atau Akpol pada 1984. Kala itu dia mendaftar bersama Tito Karnavian.
Firli diterima tiga tahun kemudian dan lulus pada 1990. Dia juga mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Indonesia, meraih gelar Magister Kenotariatan pada 2000.
Di Kepolisian, Firli lebih banyak menghabiskan kariernya di bidang reserse. Dia pernah menangani, antara lain, kasus pajak Gayus Tambunan. Dia juga pernah menduduki sejumlah jabatan penting. Di antaranya Ditreskrimsus Polda Jateng (2011), Wakapolda Banten (2014), Karodalops sops Polri (2016), Wakapolda Jawa Tengah (2016), Kapolda Nusa Tenggara Barat (2017), Kapolda Sumatera Selatan (2019), hingga Kabaharkam Polri.
Baca Juga: 12 Ciri-Ciri Orang yang Tidak Memiliki Etika, Salah Satunya Egois
Firli Bahuri juga sempat menjadi Asisten Sespri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2010. Setelah itu ia angkat menjadi ajudan Wakil Presiden (Wapres) RI, Boediono pada 2012.
Setelah menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat, Polri kemudian menugaskan Firli sebagai Deputi Penindakan KPK. Ia menggantikan Irjen Heru Winarko yang dilantik jadi Kepala Badan Narkotika Nasional.
Pemilihan Firli sebagai Deputi Penindakan KPK tak lepas dari kontroversi. Ia dianggap sebagai titipan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Tapi saat itu Mabes Polri membantahnya.
Saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli Bahuri pernah melakukan pelanggaran kode etik.
Firli Bahuri bertemu dengan pejabat Badan Pemeriksa Keuangan, Bahrullah Akbar yang tengah menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus suap dana perimbangan Yaya Purnomo pada Agustus 2018. Firli Bahuri tak meminta izin kepada pimpinan dan bertemu dengan orang yang tengah berurusan dengan KPK.
Selama setahun di KPK, Firli Bahuri kembali ditarik ke Trunojoyo pada 20 Juni 2019. Ia kemudian diangkat sebagai Kapolda Sumatera Selatan dengan pangkat Inspektur Jenderal atau Irjen.
Baca Juga: 10 Ciri Orang yang Senang Berada di Sekitar Kita, Terlihat dari Sikapnya
Pada September 2019 dia terpilih sebagai Ketua KPK dan dilantik pada November. Saat masa awal menjabat, Firli kembali membuat kontroversi.
Firli Bahuri menggelar acara silaturahmi di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Januari 2020 yang dihadiri oleh pegawai, Dewan Pengawas, dan awak media KPK.
Namun, yang menarik perhatian adalah penampilan khusus Firli Bahuri dalam acara tersebut. Dalam momen itu, dia tampil dengan mengenakan celemek dan topi koki demi menunjukkan keahliannya dalam memasak nasi goreng.
Tak ayal, Firli Bahuri pun mendapat berbagai kritikan dari sejumlah pihak. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai hal itu kurang pantas dilakukan oleh seorang pejabat tinggi KPK.
Pada Juni 2020, Firli Bahuri kembali membuat kontroversi. Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI menyebut Firli melanggar kode etik karena kedapatan menggunakan helikopter mewah dalam kunjungan kerja dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, pada Sabtu, 20 Juni 2020.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga helikopter mewah yang ditumpangi Firli Bahuri milik perusahaan swasta.
Baca Juga: 10 Ciri Orang yang Suka dengan Kita, Perhatikan Tatapan Matanya
Pada November 2022 lalu, Firli Bahuri juga membuat kontroversi bertemu dengan tersangka dugaan kasus gratifikasi Lukas Enembe pada Kamis, 3 November 2022.
Firli Bahuri turut mendampingi timnya saat memeriksa Gubernur Papua tersebut di kediaman pribadinya di Koya Tengah, Jayapura. Tindakan ini mendapatkan sorotan dari ICW.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan tidak memahami kepentingan Ketua KPK sampai mengunjungi tersangka jauh ke Papua itu.
Lalu, pada Maret 2023, Ketua KPK itu dinilai sewenang-wenang karena keputusan pencopotan Brigjen Endar Priantoro dari Direktur Penyelidikan. Pasalnya pemecatan itu sendiri belum diketahui dengan jelas penyebabnya.
Pemecatan Brigjen Endar Priantoro diketahui melalui surat yang diberikan oleh salah satu pimpinan KPK dan 3 pejabat struktural pada Jumat, 31 Maret 2023.
Baca Juga: Profil Abu Ubaidah, Jubir Hamas yang Viral di Media Sosial
Informasi terbaru, sebagaimana diberitakan sebelumnya, penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka tersangka kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian SYL didasarkan pada hasil gelar perkara di Polda Metro Jaya.
Firli Bahuri dijerat Pasal 12e, Pasal 12B, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.