SUKABUMIUPDATE.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel ikut menyoroti kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian warga Sukabumi Dini Sera Afrianti (DSA) alias Andini oleh anak anggota DPR, Gregorius Ronald Tannur (GRT).
Berdasarkan rangkaian kronologis kejadian kasus tersebut, Reza berpendapat Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Berencana kepada tersangka GRT.
"Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP," kata Reza dalam keterangannya yang diterima sukabumiupdate.com, Sabtu (7/10/2023).
Reza mengatakan Polrestabes Surabaya baru menerapkan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Pasal itu, kata dia, baru sebatas sebagai pelaku penganiayaan dan atau kelalaian yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Baca Juga: 4 Tulang Iga Patah, Anak Anggota DPR Sempat Samarkan Kematian Wanita Sukabumi
Menurutnya, bila mencermati rangkaian kronologis perilaku kekerasan yang dilakukan GRT kepada korban DSA sangat bengis dan bereskalasi. Dari menyasar organ tubuh bagian bawah (kaki) ke organ tubuh bagian atas (kepala). Dari sebatas tangan kosong ke penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan berlanjut ke penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil).
"Eskalasi kekerasan sedemikian rupa, tambahan lagi karena tidak ada yang meleset dari organ vital korban serta terdapat jeda antara menabrak dan episode kekerasan sebelumnya, mengindikasikan GRT sebenarnya berada dalam tingkat kesadaran yang memadai baginya untuk meredam atau bahkan menghentikan perbuatannya," kata Reza.
Alih-alih menyetop, dalam kondisi sadar anak legislator dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Edward Tannur itu justru menaikkan intensitas kekerasan terhadap korban. Menurut Reza, itu menjadi penanda GRT sengaja tidak memfungsikan kontrol untuk menahan atau bahkan menghentikan serangan.
"Tapi justru memfungsikan kontrol dirinya untuk meneruskan bahkan memperberat perilaku kekerasannya," jelasnya.
Baca Juga: Perampokan Minimarket, Pegawai Diikat-Ditodong Sajam di Bojonggenteng Sukabumi
Reza memandang, dengan kondisi kesadaran dan aktivasi kontrol sedemikian rupa, patut diduga GRT pun mampu untuk sampai pada pemikiran akan melakukan perbuatan yang dapat menewaskan korban. Dengan kata lain, diperkirakan pada waktu itu di kepala GRT sudah muncul pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban.
"Pada momen ketika pemikiran atau imajinasi kematian DSA itu muncul dalam benak GRT, maka dapat ditafsirkan lengkap alur perbuatan GRT di mana perilaku kekerasan bereskalasi dan disertai dengan imajinasi tentang kematian sasaran. Atas dasar itu, Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan pasal 338 KUHP," tegasnya.
Ia juga menekankan penyidik perlu menyelidiki ada tidaknya kontrol diri sebagai perwujudan kesadaran GRT. Untuk memastikan itu, kata Reza, perlu ditemukan pola eskalasi perilaku kekerasan GRT terhadap sasarannya yakni DSA.
"Di samping rentang waktu kekerasan secara keseluruhan, cek pula interval antara episode kekerasan yang satu dan lainnya," kata Reza.
Kemudian, Anggota Pusat Kajian Assesment Pemasyarakatan POLTEKIP Kementerian Hukum dan HAM itu menyarankan penyidik memeriksa ponsel guna memantapkan ada tidaknya pesan atau komunikasi yang menggenapi eskalasi kekerasan GRT terhadap DSA.
"Maaf, periksa apakah DSA dalam keadaan hamil atau kondisi-kondisi fisik lainnya yang bisa menjadi pretext bagi GRT untuk melenyapkan DSA," ujar dia.
Terakhir, Reza meminta penyidik menakar kadar alkohol dalam tubuh GRT. Hal ini guna memastikan kadar alkohol berada pada level yang masih memungkinkan melakukan kontrol terhadap pikiran dan perilakunya sendiri.
Sebelumnya, Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polrestabes Surabaya akhirnya menetapkan GRT alias Ronald (31 tahun) sebagai tersangka dugaan penganiayaan yang mengakibatkan DSA alias Andini (29 tahun) meninggal dunia. Andini merupakan warga Cisaat Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur.
Kronologi Penganiayaan
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce menceritakan, kasus tersebut bermula pada Selasa (3/10/2023) sekitar pukul 18.30 WIB, saat itu Ronald dan Andini yang sedang makan diajak oleh teman-temannya untuk karaoke di Blackhole KTV.
"Korban DSA dan saksi GR mereka berdua telah menjalin hubungan sejak Bulan Mei 2023 atau kurang lebih 5 bulan," ujarnya dikutip dari Instagram Humas Polrestabes Surabaya, Jumat (6/10/2023).
Sekitar pukul 21.00 WIB keduanya pergi ke Blackhole KTV. Mereka berkaraoke sambil minum-minuman keras.
"Kemudian hari Rabu pada pukul 00.10 wib korban DSA dan saksi GR disaksikan oleh sekuriti Blackhole KTV, pulang menuju lift dan saat itu terjadi cekcok," kata Pasma.
Baca Juga: Kronologi Tewasnya Wanita Sukabumi di Tangan Ronald Anak Anggota DPR
Berdasarkan pengakuan saksi, kata Pasma, pada malam itu Ronald yang diduga dalam kondisi mabuk sempat menendang ke arah kaki kanan Andini hingga terjatuh dengan posisi duduk. Ronald juga sempat memukul kepala korban menggunakan botol minuman keras saat cekcok tersebut.
"Saksi GR melakukan pemukulan kepala korban DSA sebanyak 2 kali dengan menggunakan botol minuman Tequila sesuai hasil CCTV dan pra-rekrontruksi," kata Pasma.
Pertengkaran terus berlanjut hingga ke parkiran Landmarc. Korban Andini kemudian keluar lift sambil bermain ponsel menuju ke mobil milik Ronald. Sementara tersangka duduk di kursi pengemudi.
Mobil lalu dijalankan oleh Ronald dari parkir belok ke kanan. Sedangkan korban yang saat itu terduduk sebelah kiri pintu mobil seketika terlindas sebagian tubuhnya dan terseret sejauh kurang lebih 5 meter.
Beberapa saat kemudian sekuriti Landmarc datang dan Ronald turun dari mobil. Andini lantas dimasukkan ke dalam mobil dan dibawa ke apartemen korban.
"Pada pukul 01.15 WIB saksi GR tiba di apartemen dan memindahkan korban DSA ke kursi roda yang mana saat itu kondisi korban sudah dalam keadaan lemas. Dalam kondisi tersebut saksi GR mencoba untuk memberikan napas buatan sambil menekan-nekan dada korban, namun tidak ada respons," katanya.
Baca Juga: Geger Wanita Sukabumi Tewas Diduga Dianiaya Anak Anggota DPR di Surabaya
"Selanjutnya korban DSA dibawa ke rumah sakit national hospital untuk dilakukan tindakan medis oleh rumah sakit. kemudian pada pukul 02.30 wib korban dinyatakan meninggal dunia," sambungnya,
Kematian korban ini kemudian dilaporkan oleh ibu korban ke Polsek Lakarsantri dan perkaranya diambil alih oleh Polrestabes Surabaya. Tim penyelidik kemudian mengajukan autopsi di RSUD dr Soetomo hingga akhirnya status kasusnya dinaikan ke penyidikan dan menetapkan Ronald sebagai tersangka.
Polisi kini telah menahan Ronald. Ia dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.