SUKABUMIUPDATE.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan menolak permohonan pengujian Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Permohonan diajukan oleh Leonardo Siahaan yang mempersoalkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi.
Sidang pengucapan Putusan Nomor 85/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Leonardo Siahaan ini dilaksanakan pada Rabu (27/9/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan dalam persidangan dengan didampingi delapan hakim konstitusi, seperti dikutip sukabumiupdate.com, Kamis (28/9/2023).
Baca Juga: KPK Geledah Rumah Dinas Yasin Limpo, Usut Dugaan Korupsi di Kementan?
Dalam pertimbangannya hakim mengatakan, isu konstitusionalitas yang dipersoalkan Pemohon tidak dapat dilepaskan dari esensi materi muatan Pasal 11 ayat (1) UU Sisdiknas yang menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.
Materi muatan Pasal 11 ayat (1) UU Sisdiknas merupakan pelaksanaan dari Pembukaan UUD 1945. Ketentuan norma dimaksud tidak dapat dipisahkan dari “Dasar Mengingat” UU Sisdiknas yang menjadi roh terbentuknya norma Pasal 11 ayat (1) UU Sisdiknas tersebut.
Di samping itu, kata dia, secara hierarki Pembukaan UUD 1945 telah mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Baca Juga: Michael Gambon, Pemeran Dumbledore di Film Harry Potter Meninggal
Sebelumnya, pemohon menghendaki agar ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) UU Sisdiknas perlu dimaknai supaya tidak menimbulkan diskriminasi dalam penerimaan siswa baru dengan menggunakan sistem zonasi.
Terhadap keinginan Pemohon tersebut, menurut Mahkamah, sistem zonasi adalah salah satu cara penerimaan peserta didik baru yang menggunakan pembatasan wilayah yang dikaitkan minimal dan daya tampung sekolah. Oleh karena itu, apapun pilihan sistem dalam penerimaan peserta didik baru, termasuk dengan menggunakan cara lain seperti jalur afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali, dan/atau prestasi adalah hanya sebuah metode di dalam penatalaksanaan dari sebuah sistem penerimaan peserta didik baru.
Bukan Isu Konstitusionalitas
Menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak terdapat keterkaitan dengan isu konstitusionalitas di UU Sisdiknas. Sebab, ketentuan dalam norma Pasal 11 ayat (1) UU Sisdiknas telah memerintahkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Baca Juga: 14 Hal yang Harus Dilakukan Saat Kamu Merasa Lelah dengan Kehidupan
“Oleh karena itu, dalil Pemohon tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih jauh karena permasalahan penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU 20/2003.
Dengan demikian, menurut Mahkamah norma Pasal 11 ayat (1) UU 20/2003 telah sejalan dengan semangat dan tujuan negara sebagaimana dinyatakan dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945,” lanjut Manahan.
Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon perihal ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Sisdiknas menimbulkan perlakuan yang diskriminatif terhadap penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi bukan merupakan persoalan konstitusionalitas norma.
Baca Juga: Penjelasan Ahli Otomotif Soal 5 Merek Sepeda Motor Paling Banyak Dicuri
"Jika yang dipersoalkan Pemohon itu benar, hal tersebut merupakan persoalan implementasi norma yang tidak berkaitan dengan konstitusionalitas norma Pasal 11 ayat (1) UU 20/2003,” tegas Manahan.
Sumber : mkri.id