SUKABUMIUPDATE.com - Bursa Karbon Indonesia diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo berdasarkan penetapan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Izin Bursa Karbon yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) ini tercatat melalui Surat Keputusan nomor KEP-77/D.04/2023 pada 18 September 2023 lalu.
Peresmian Bursa Karbon Indonesia dilakukan di Gedung BEI di Jakarta, Selasa, 26 September 2023, sebagaimana termuat dalam Siaran Pers OJK. Presiden menyampaikan Bursa Karbon Indonesia adalah bentuk kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang bersama dunia melawan krisis akibat perubahan iklim.
Hasil perdagangan karbon, kata Jokowi, akan direinvestasikan pada upaya menjaga lingkungan khususnya dalam hal pengurangan emisi karbon.
“Terima kasih kepada OJK, BEI dan semua yang terkait atas peluncuran Bursa Karbon pertama di Indonesia ini," kata Presiden Jokowi dalam keterangannya.
Baca Juga: 10 Cara Mengatasi Anak Laki-laki yang Sulit Menuruti Perkataan Orang Tua
Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan pendirian Bursa Karbon Indonesia merupakan momentum bersejarah. Peresmian ini juga menjadi salah satu upaya mendukung upaya Pemerintah mengejar target untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau net zero emission pada 2060 sesuai ratifikasi Paris Agreement.
“Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangankan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu," kata Mahendra.
Indonesia, kaitannya dengan Bursa Karbon, memiliki target menurunkan emisi GRK, sebesar 31,89 persen (tanpa syarat dan tanpa bantuan internasional) atau sebesar 43,2 (dengan dukungan internasional) dari tingkat emisi normalnya (atau Business As Usual) pada 2030.
Mengacu pada UU No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), OJK adalah lembaga yang berwenang mengatur dan mengawasi perdagangan karbon melalui Bursa Karbon di Indonesia. Mahendra menilai, tujuan yang sangat penting dari perdagangan karbon di Indonesia adalah memberikan Nilai Ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan ataupun atas setiap upaya pengurangan emisi karbon ini, guna tercapainya target NDC (Nationally Determined Contributions) dari pemerintah Indonesia dan optimalisasi potensi Indonesia sebagai negara produsen unit karbon.
Baca Juga: Ada 212 Konflik Agraria, Ketua MPR Bamsoet Dorong Pembentukan Bank Tanah
Guna mendorong suksesnya penyelenggaraan perdagangan perdana unit karbon di Bursa Karbon, data dari Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) menyebut, ada 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon di tahun 2023. Jumlah tersebut setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.
perdagangan karbon di Indonesia kedepannya, selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, juga akan diramaikan oleh sektor prioritas pemenuhan NDC seperti sektor Kehutanan, Pertanian, Limbah, Migas, Industri Umum dan yang akan menyusul dari sektor Kelautan.
Di awal perdagangan karbon ini, secara bertahap akan dilaksanakan perdagangan dengan memastikan unit karbon yang berkualitas, mulai dari emisi (Emission Trading System/ ETS) ketenagalistrikan dan sektor kehutanan.
Sumber: OJK