SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan lembaga antirasuah menemukan 1.462 kasus korupsi di daerah berdasarkan data per 11 September 2023. Dari jumlah total itu sebagian besar merupakan gratifikasi dengan jumlah 958 kasus.
"Korupsi paling banyak ditemukan pada gratifikasi dan penyuapan itu paling banyak sekitar 65 persen atau 958 kasus baru terjadi," kata Firli Bahuri dalam Bincang Stranas: Penguatan APIP Melalui Pemenuhan Kebutuhan SDM di Provinsi/Kabupaten/Kota yang digelar di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu, 13 September 2023.
Firli menambahkan selain gratifikasi, tindak pidana korupsi lain di daerah adalah terkait pengadaan barang dan jasa sebesar 324 kasus, penyalahgunaan anggaran 57 kasus, tindak pidana pencucian uang (TPPU) sejumlah 57 kasus, pungutan atau pemerasan sebanyak 28 kasus, perizinan mencapai 25 kasus, serta merintangi proses KPK sejumlah 13 kasus.
Baca Juga: Pemanggilan Cak Imin oleh KPK Dikritik PMII Kota Sukabumi
Minta APIP Tindaklanjuti
Oleh karena itu, dia meminta Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) menindaklanjuti apakah kasus korupsi tersebut masuk dalam tiga kluster korupsi akibat perumusan izin, pengadaan barang dan jasa, atau urusan penempatan dan promosi jabatan.
"Saya minta kawan yang bertugas di APIP (bahwa) tiga ini dipegang teguh dan dikendalikan. Jangan cuma (memberi) paraf, tapi tolong ini dalam rangka buat mereka tadi," tegas Firli.
Selain itu, dengan kinerja APIP menindaklanjuti kasus-kasus korupsi di daerah, menurut Firli, para kepala daerah sadar bahwa inspektorat daerah dapat dipercaya dan berintegritas.
Dia menambahkan peran APIP sangat penting, yaitu sebagai pengendali kualitas, menjamin pemerintahan berjalan efektif dan efisien, serta sebagai konsultan bagi pemerintah daerah. Untuk itu, Firli berharap APIP dapat berperan di empat tahapan yang berpotensi korupsi.
"Pertama, perencanaan, ada risiko fraud (kolusi dan nepotisme) dalam tahap perencanaan program," katanya.
Kedua, tahap pengesahan program juga ada risiko kolusi dan nepotisme. Ketiga, risiko korupsi dalam pengelolaan program terjadi dalam tahap implementasi. "Keempat, tahap evaluasi atau audit ada risiko terjadinya korupsi audit program," ujar Firli Bahuri.
Sumber: Tempo.co