SUKABUMIUPDATE.com - Bambang Soesatyo (Bamsoet) , Ketua MPR RI resmi meluncurkan dua buku tepat di hari ulang tahunnya yang ke-61, Minggu, 10 September 2023.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menegaskan soal urgensi memiliki 'pintu darurat' dalam UUD 1945 dan protokol kedaruratan. Utamanya ketika Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan akibat pemilu tidak dapat dilaksanakan secara tepat waktu.
Bamsoet juga menyebut agar Indonesia menghadirkan kembali haluan negara dalam bentuk Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). PPHN diharapkan dapat menjamin keselarasan dan kesinambungan pembangunan di tingkat pusat hingga daerah, baik itu antara pusat dan daerah, antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, serta antara satu periode pemerintahan ke periode penggantinya.
Baca Juga: 10 Penyebab Anak Sulit Diatur, Masalah Mental hingga Keluarga
Selain itu, mengutip laman resmi Media Asatu Milenial, PPHN berguna memastikan pembangunan tidak hanya dijalankan berdasarkan pada pelaksanaan dengan memanfaatkan uang rakyat melalui APBN, melainkan terlebih dahulu didasarkan pada perencanaan yang matang. Dengan demikian, pelaksanaannya tidak akan mangkrak di tengah jalan.
"Selain pentingnya kembali Kehadiran PPHN membuat pembangunan nasional kembali menemukan ruh dan jati dirinya, sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan konstitusi, juga pentingnya kita semua mulai memikirkan adanya 'pintu darurat' dalam konstitusi kita dengan menghidupkan kembali kewenangan MPR dalam mengeluarkan ketetapan-ketetapan atau Tap MPR yang saat ini dibatasi oleh ketentuan 'penjelasan' pasal 7 ayat (1) huruf b UU Nomor 12 Tahun 2011. Hal ini mengakibatkan tidak adanya Tap MPR yang baru karena terdapat pembatasan terhadap Tap MPR yang menjadi jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan," ujar Bamsoet saat peluncuran dan bedah buku berjudul Haluan Negara Menuju Indonesia Emas 2045, di Jakarta, Minggu (10/9/2023).
Di acara peluncuran dan bedah buku Bamsoet ke-31 beberapa politisi dan Influencer hadir sebagai pembicara, diantaranya Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Yandri Susanto, dan Arsul Sani, Menkopolhukam RI Mahfud MD, anggota DPR Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun dan Robert Kardinal, anggota BPK Ahmadi Noor Supit, Rektor IPB Arief Satria, Guru Besar Unpad Ahmad M Ramli serta influencer Deddy Corbuzier dan Baim Wong, juga moderator Ketua Koordinatorat Wartawan Parlemen Ariawan.
Baca Juga: 15 Cara Mengetahui Apakah Seseorang Terkena Gangguan Kesehatan Mental
Ketua DPR ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan sekaligus mengingatkan gagasan terkait pentingnya perencanaan pembangunan nasional sebagaimana dikemukakan pendiri bangsa pada 1947 yang terlihat dalam tujuh bahan-bahan pokok indoktrinasi. Tujuannya yakni mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dan makmur.
PPHN merupakan dokumen hukum berbasis kedaulatan rakyat bagi penyelenggara pembangunan nasional. Artinya, rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga MPR (terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD), berhak merancang dan menetapkannya. Dokumen tersebut selanjutnya menjadi rujukan bagi presiden dan penyelenggara negara lain dalam menyusun berbagai program pembangunan sesuai kewenangannya masing-masing.
"Bentuk hukum PPHN yang paling tepat dilakukan melalui Ketetapan MPR RI, sehingga dalam menghadirkan PPHN tidak perlu melakukan amendemen konstitusi. Karena bisa dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan atau cukup dengan mengeluarkan ketetapan MPR jika kewenangan tersebut telah hidup kembali dengan menghilangkan ketentuan ayat (1) huruf b pasal 7 dalam UU No. 12 Tahun 2011," kata Bamsoet, dikutip via asatunews.co.id, Selasa (12/9/2023).
Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum Unpad dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kadin Indonesia ini juga menerangkan, buku Haluan Negara Menuju Indonesia Emas 2045 merupakan buku ke-31 yang ia tulis.
Buku Haluan Negara Menuju Indonesia Emas 2045 merupakan buku keempat yang terkait dengan tema PPHN. Adapun tiga buku bertema PPHN yang telah ditulis Bamsoet, yaitu Cegah Negara Tanpa Arah (2021), Negara Butuh Haluan (2021), dan buku PPHN Tanpa Amendemen (2023).
"Melalui buku Haluan Negara Menuju Indonesia Emas 2045 saya kembali mengingatkan semua kalangan tentang urgensi PPHN. Arah dan masa depan kehidupan berbangsa bernegara perlu atau harus dirumuskan dan disepakati oleh semua elemen bangsa. Dari rumusan program-program pembangunan dan kesepakatan tentang target-target pembangunan nasional itu, akan lahir haluan pembangunan nasional yang berkelanjutan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat," urai Bamsoet.
Baca Juga: Apakah Gangguan Kepribadian Adalah Penyakit Mental? Ini Kata Dokter!
Di kesempatan yang sama, Menkopolhukam Mahfud MD menilai gagasan menghadirkan haluan negara relevan dengan kondisi saat ini.
Pada saat pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia diketahui memiliki peta jalan atau perencanaan jangka panjang yang jelas, yakni Pembangunan Semesta Berencana. Ini bersifat menyeluruh untuk menuju tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Istilah Pembangunan Semesta Berencana sendiri pertama kali digunakan dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/ 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahun 1961-1969. Tap MPRS disebut juga tonggak kesadaran bangsa Indonesia untuk menyusun perencanaan pembangunan dengan benar.
"Pola pembangunan jangka panjang dilanjutkan di era Presiden Soeharto dengan nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai haluan penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR," kata Mahfud MD.
Baca Juga: 8 Dampak Masalah Mental Terhadap Perilaku Anak, Ayah Bunda Wajib Tahu!
Mahfud MD menjelaskan di era reformasi, GBHN dihapuskan.
Namun di sisi lain, pemerintah menerbitkan Undang-Undang (UU) nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Jangkauan pembangunan Indonesia menurut UU SPPN dan UU RPJPN didefinisikan sebagai 20 tahunan untuk jangka panjang, lima tahun untuk jangka menengah, dan tahunan untuk jangka pendek.
"Gagasan Ketua MPR RI terkait perlunya PPHN harus dipandang sebagai salah satu tawaran yang niscaya diperlukan. Namun, harus diingat seumpama nanti PPHN ini disetujui menjadi Tap MPR, atau masuk di UUD atau apapun bentuknya disetujui oleh negara, jangan pernah bermimpi bahwa negara ini akan selesai dengan mengubah peraturan. Karena masalah kita sebenarnya bukan di peraturan, tetapi masalah moralitas, integritas, konsistensi, kejujuran dan keberanian," ujar Mahfud MD.
(ADV)
Sumber: asatunews.co.id