SUKABUMIUPDATE.COM - Masyarakat Pemberdayaan Hukum Nasional (MPHN) menilai Mahkamah Agung lambat dalam melakukan pembenahan, bahkan pembenahan itu tidak menyentuh masalah fundamental, yaitu korupsi di peradilan.
Ketua Masyarakat Pemberdayaan Hukum Nasional (MPHN) Melli Darsa dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu, mengatakan mafia peradilan yang menggurita harus dibenahi dan diselesaikan secara menyeluruh.
"Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi peradilan harus menggandeng dan bersinergi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi guna memberantas dan mencegah mafia peradilan," katanya.
Menurut Melli, akses pada keadilan saat ini tidak tersedia terutama bagi rakyat kecil. Jangan sampai, pembenahan mafia peradilan saat ini justru terkesan elitis, tanpa menyentuh dan bisa dirasakan hasilnya oleh seluruh masyarakat Indonesia.
"Kami sangat mengapresiasi upaya-upaya yang telah dan sedang dilakukan MA untuk pembenahan-pembenahan internal selama ini sesuai Cetak Biru 2010-2035 Menuju Badan Peradilan Indonesia yang Agung Berwibawa dan Bermartabat, dan meningkatkan ranking ‘Ease of Doing Business’ Indonesia," jelas Melli.
Namun, kata dia, keadilan atau kepastian hukum dari adanya putusan pengadilan yang mengikat masih dirasakan oleh masyarakat masih terasa transaksional.
"Seakan sudah bukan lagi pengadilan tapi menjadi lapak jualan keputusan. Karena itu kami rasa akan sangat baik jika MA lebih melibatkan KPK termasuk meningkatkan ‘trust’ masyarakat pada peradilan Indonesia," tuturnya.
Melli pada Jumat lalu memimpin audiensi MPHN dengan MA di Gedung MA, Jakarta. Dalam audiensi itu, kata Melli, MPHN menyuarakan hati nurani setiap warga negara di Indonesia yang harus bersinggungan dengan pengadilan. Warga, lanjut Melli, menuntut terwujudnya peradilan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"MPHN juga akan terus melakukan pressure kepada setiap aparat penegak hukum, bahkan kepada profesi advokat untuk juga terus bebenah diri," kata Melli menambahkan.
MPHN, tambah dia, telah membuat petisi untuk MA yang mendesak lembaga itu menciptakan birokrasi yang profesional dan bebas dari dugaan atau perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dalam petisinya, MPHN mendesak dan meminta kepada Pimpinan Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya untuk memberhentikan sementara aparatur sipil negara di lingkungan Sekretariat MA yang diduga melakukan tindakan tidak profesional, serta mempengaruhi dan/atau menghalangi upaya pemberantasan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam birokrasi MA.
Selain Melli, Guru Besar Tetap Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Anna Eliyana, praktisi hukum Kukuh K Hadiwidjojo, Ketua Bidang Studi HAN Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang dan wartawan senior Bambang Harymurti turut meneken petisi berisi desakan reformasi peradilan.
MPHN adalah sebuah asosiasi non-politik yang dibentuk dengan tujuan utama mendorong perbaikan kondisi peradilan di Indonesia dan infrastruktur hukum yang mendukungnya, mulai dari penegak hukum sampai ke advokat/penasehat hukum dan perangkat yudikatif lainnya. Asosiasi ini terdiri dari akademisi, konsultan hukum, advokat, notaris hingga wartawan.(*/ant)