SUKABUMIUPDATE.com - Kasus Korupsi yang menyeret nama Direktur Utama PT Waskita Karya Destiawan Soewardjono menambah deretan kasus rasuah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Selain itu, ada juga dugaan kasus korupsi di proyek infrastruktur BUMN, diantaranya, pada PT Graha Telkom Sigma (PT GTS), proyek pekerjaan pembangunan (design and build) Jalan Tol Jakarta Cikampek II, dan Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) pada PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Tahun 2013 hingga 2019.
Direktur Eksekutif Sinergi BUMN, Achmad Yunus menilai hal ini merupakan persoalan sistemik, sehingga Menteri BUMN Erick Thohir harus segera membenahi tata kelolanya.
"Pak Erick Thohir punya wewenang untuk memberhentikan direksi BUMN kapan pun. Apabila ada indikasi dan bukti cukup terjadi KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), harusnya tinggal diberhentikan," tuturnya seperti dikutip Tempo.co, Rabu, 3 Mei 2023.
Baca Juga: Paska PPP Dukung Ganjar, KIB Buka Opsi Peleburan Koalisi
Achmad juga menyarankan agar direksi yang bermasalah diminta untuk mengganti kerugian. "Jadi tidak hanya dengan melapor-laporkan ke Kejaksaan," ucapnya.
Ia menuturkan, kasus korupsi di BUMN terus berulang lantaran tidak ada evaluasi pada sistem perusahaan. Hal tersebut, ucap Achmad, terlihat dari proses rekruitmen direksi yang cenderung tertutup. Kondisi itu menjadikan adanya celah transaksional yang menjadi akar persoalan korupsi.
Di samping itu, ia menilai sistem pengawasan internal BUMN juga masih lemah. Achmad mendorong agar pengawasan BUMN diperkuat di bawah dewan komisioner sebagai wakil pemilik saham. Artinya, pengawasan tidak di bawah redaksi sehingga tidak ada kepentingan direksi yang diamankan.
Senada dengan Achmad, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira kasus korupsi di BUMN kerap terjadi karena perusahaan tertekan penugasan-penugasan dari pemerintah yang cukup banyak.
Baca Juga: Walikota Sukabumi Sambut Kunker Kapolda Jabar: Persiapan Pengaman Pemilu 2024
Dari sisi pembiayaan, situasi ini membuat perusahaan sulit mendapatkan pendanaan dan terpaksa mencari pembiayaan secara kreatif. Hasilnya, timbul celah untuk korupsi. Terlebih dana dari PMN tidak akan mencukupi pembiayaan banyaknya program strategis nasional (PSN) yang dikerjakan perusahaan-perusahaan BUMN.
Seharusnya, menurut dia, situasi ini diwaspadai di BUMN karya lainnya. "Jadi korupsi bisa terjadi karena beratnya penugasan. Apalagi menjelang Pemilu, waktu enggak banyak. Jalan tol dan proyek-proyek besar ditekan harus selesai," ucapnya kepada Tempo, Rabu, 3 Mei 2023.
Dengan demikian, menurut Bhima, pemerintah harus segera mengevaluasi tata kelola dan pengawasan di BUMN. Pasalnya, pemerintah terus kecolongan kasus korupsi di perusahaan plat merah padahal ada banyak lembaga yang mengawasi seperti Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan BPK.
Ia juga mendorong agar fungsi pengawasan internal semakin diperkuat, khususnya oleh dewan komisaris. "Kenapa komisaris enggak bekerja. Jadi ini jadi preseden buruk bagi BUMN kalau begini ceritanya," kata dia.
Baca Juga: Ridwan Kamil Pilih Jadi Gubernur Jawa Barat 2 Periode
Bhima menegaskan harus ada hukuman bagi BUMN yang secara kinerja di laporan keuangan bagus, tetapi sebenarnya dia menanggung beban penugasan dan beban biaya utang yang cukup berat. Sehingga, jangan sampai karena terlilit beban utang, perusahaan mencari cara yang akhirnya menjerat dan merusak reputasi BUMN.
Sumber : tempo.co